Berita Bali

Mengenang Tragedi Bom Bali, Dokter Alit Terpaksa Makan di Atas Mayat, Keluarga Korban Berjuang Hidup

Tragedi Bom Bali pada 12 Oktober 2002, malam itu korban terus berdatangan ke rumah sakit hingga hari ketiga.

Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Dok. Tribun Bali
Suasana di Monumen Bom Bali I tanggal 12 Oktober 2019 - Mengenang Tragedi Bom Bali, Dokter Alit Terpaksa Makan di Atas Mayat, Setelah 20 Tahun, Keluarga Korban Masih Berjuang Hidup 

Setelah ditinggal suaminya, tentu saja itu sebuah perjuangan yang sangat panjang dan, kata Erni, sangat sangat melelahkan.

Disamping ia sendiri harus berjuang untuk mengatasi trauma-trauma karena kejadian itu ia juga harus berjuang untuk mencari nafkah untuk anak-anaknya hingga bisa sampai saat ini.

Setelah setahun kepergian suaminya, ada donatur dari Australia yang membantunya untuk membuka usaha konveksi.

“Jadi usaha konveksi ini awalnya itu bermula dari mungkin setahun setelah kejadian ada donatur dari Australia bahkan saya juga menganggap beliau itu adalah sebagai bapak kami. Beliau bantu untuk kami belajar menjahit, dari awal sampai pemasaran juga sampai akhirnya kami bisa mandiri tanpa dibantu lagi,” katanya.

Tak sendiri ia dan lima orang temannya yang juga menjadi janda akibat tragedi Bom Bali ini mulai merintis usaha konveksi ini.

Sebagian besar usaha konveksi ini didistribusikan ke Australia.

Produksinya seperti dress, celana panjang dan segala macam pembuatan produk dari kain ia terima.

Produk konveksi dapat mengirim produk minimal 100-300 pcs ke Australia.

Setiap tahun peringatan Bom Bali ia dan anak-anaknya datang ke Monumen Ground Zero Bom Bali untuk bergabung dengan teman-teman penyintas lainnya.

“Karena kami kan punya wadah penyintas dan sekarang teman-teman kebetulan mempercayakan saya untuk menjadi Ketua Umum di Yayasan Penyintas Indonesia dimana Yayasan ini yang menaungi beberapa elemen korban bom terorisme,” ujarnya.

Setelah kejadian Bom Bali itu ia dan korban Bom Bali lainnya mendapatkan bantuan dari Pemerintah Provinsi Bali berupa tabungan deposito pendidikan untuk anak-anak dan dapatnya hanya satu kali.

Kini Erni masih melanjutkan hidup dengan kedua anaknya.

Serta masih melanjutkan usaha konveksi miliknya.

Menurut Erni hidup masih harus tetap berlanjut dan ia bisa tetap kuat karena anak-anaknya.

Pengamat Terorisme Dosen Prodi HI Unud AA Bagus Surya Widya Nugraha SIP MSi: Masih Jadi Incaran

BALI masih menjadi target dalam serangan terorisme.

Pasalnya, Bali dikenal sebagai kawasan wisata yang tentunya diminati oleh para wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Saya rasa masih tetap. Bali secara profile memang daerah pariwisata, dikunjungi orang-orang dari berbagai negara.

Menjadi target favorit sebenarnya bagi kelompok teror untuk melakukan serangan di Bali.

Potensi Bali untuk mendapat serangan terorisme masih sangat tinggi.

Dan kelompok teroris terus beradaptasi dari waktu ke waktu.

Terorisme masih ada untuk menyebarkan ideologi dan narasi-narasi yang mereka percayai.

Terorisme dapat dianalogikan seperti sleeping cells. Sel yang seharusnya tertidur, tapi malah terbangun.

Kalau soal terorisme saat ini, mereka terus beradaptasi dengan kondisi yang ada.

Mereka tetap ada untuk menyebarkan ideologi dan narasi-narasi yang mereka percayai sesuatu yang benar untuk dilakukan.

Adaptasi dapat dilihat dari oknum yang melakukan penyerangan tersebut.

Pasalnya, serangan terorisme mulanya dilakukan oleh satu orang.

Seiring berjalannya waktu dan adaptasi yang dilakukan, kini serangan terorisme dilakukan oleh satu keluarga.

Tak berhenti sampai di situ, adanya perkembangan teknologi juga turut mendorong mengakarnya gerakan tersebut.

Mulai dari mempermudah perekrutan hingga komunikasi yang dilakukan antarindividu di dalam kelompok teroris tersebut.

Strategi terorisme pasti akan beradaptasi dengan perkembangan teknologi saat ini.

Jadi jelas peran teknologi akan mempermudah bagaimana cara mereka berkomunikasi dan mengembangkan jaringannya.

Itu membuat gerakan mereka jauh lebih efektif.

Menurut saya, deteksi dini dan pencegahan serangan terorisme dapat dilakukan dari tingkat banjar.

Banjar memiliki otoritas untuk mendata masyarakat di lingkungannya.

Seperti misalnya kalau kita lihat di Bali, ada banjar.

Banjar memiliki kewenangan untuk melakukan pendataan terhadap penduduk yang masuk di wilayahnya.

Jadi bagaimana kita mengetahui profile orang-orang yang masuk ke wilayah kita.

Kemudian ada sesuatu yang terjadi, banjar adalah pihak yang paling pertama tahu hal itu. (yun/sar/mah)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved