Berita Buleleng

Gebug Ende Akan Dipentaskan Setiap 1 Juli di Desa Patas, Tradisi Untuk Datangkan Hujan

Pementasan ini dilakukan sebagai upaya untuk melestarikan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk mendatangkan hujan.

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
Ratu Ayu Astri Desiani/Tribun Bali
Pemerintah Desa Patas, Kecamatan Gerokgak, Buleleng akan rutin mementaskan tradisi gebug ende setiap hari ulangtahun di desa tersebut, yang jatuh pada 1 Juli. Pementasan ini dilakukan sebagai upaya untuk melestarikan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk mendatangkan hujan. 

TRIBUN-BALI.COM - Pemerintah Desa Patas, Kecamatan Gerokgak, Buleleng akan rutin mementaskan tradisi Gebug Ende setiap hari ulangtahun di desa tersebut, yang jatuh pada 1 Juli.

Pementasan ini dilakukan sebagai upaya untuk melestarikan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk mendatangkan hujan.

Perbekel Desa Patas Kadek Sara Adnyana mengatakan, tradisi ini dimainkan oleh dua orang pemuda yang saling bertarung menggunakan tongkat rotan.

Sebagai bentuk pertahanan diri, masing-masing pemain juga dibekali dengan perisai berbentuk bulat yang terbuat dari batang bambu.

Kadek Sara menyebutkan, tradisi Gebung Ende ini sejatinya berasal dari Desa Seraya, Karangasem.

Kemudian tradisi itu dibawa oleh masyarakat Desa Seraya yang berimigrasi ke Desa Patas, hingga akhirnya tradisi tersebut berkembang di Desa Patas.

Baca juga: Walau Tak Maksimal, Abdul Aziz Bertekad Balas Kepercayaan Luis Milla dan Bawa Persib Juara

Baca juga: Setiap Hari Polres Badung Turunkan 40 Personil Guna Amankan Pendaftaran Bacaleg ke KPU

Pemerintah Desa Patas, Kecamatan Gerokgak, Buleleng akan rutin mementaskan tradisi gebug ende setiap hari ulangtahun di desa tersebut, yang jatuh pada 1 Juli.

Pementasan ini dilakukan sebagai upaya untuk melestarikan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk mendatangkan hujan.
Pemerintah Desa Patas, Kecamatan Gerokgak, Buleleng akan rutin mementaskan tradisi gebug ende setiap hari ulangtahun di desa tersebut, yang jatuh pada 1 Juli. Pementasan ini dilakukan sebagai upaya untuk melestarikan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk mendatangkan hujan. (Ratu Ayu Astri Desiani/Tribun Bali)

Dikatakan Sara, tradisi Gebug Ende ini merupakan ritual yang dilakukan oleh masyarakat untuk memohon anugerah hujan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Selama tradisi berlangsung, kedua pemain Gebug Ende akan memukul satu sama lain sekuat tenaga menggunakan tongkat rotan sembari menangkis menggunakan perisai yang terbuat dari bambu.

Akibat pertarungan ini, para pemain pun dipastikan akan terluka akibat hantaman tongkat.
"Justru itu (pemain terluka, Red) yang ditunggu-tunggu. Kalau sampai luka artinya berhasil dan dipastikan akan segera turun hujan, di sini kepercayaannya begitu.

Tapi setelah tradisi selesai, pemainnya berdamai dan disambut secara sukacita. Masyarakat juga akan mulai mengambil cangkul untuk bercocok tanam, seperti jagung, singkong dan palawija lainnya," jelasnya.

Sebagai tradisi turun temurun, pelestarian Gebug Ende, tegas Sara, akan menjadi perhatian khusus pemerintah desa dan desa adat Patas. Program pembinaan pun dilakukan kepada Sekeha Ende yang beranggotakan 25 orang, agar tradisi ini tetap lestari.

Selain pembinaan terhadap sekeha, pihaknya juga akan semakin rutin menggelar tradisi ini pada kegiatan di desa adat, termasuk setiap hari ulang tahun Desa Patas yang jatuh pada tanggal 1 Juli. "Tujuannya agar meningkatkan minat masyarakat maupun wisatawan terhadap tradisi ini," tandasnya. (ratu ayu astri desiani)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved