Berita Buleleng

Anjlok di Harga Rp 5.000 per Kilogram, Kemarau Panjang Membuat Buah Anggur Mengecil

Sementara pohon anggur sejatinya membutuhkan asupan air yang sangat banyak, agar dapat menghasilkan buah berukuran besar.

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN BALI/Ratu Ayu Astri Desiani
PETANI ANGGUR - Luh Merta menunjukkan pohon anggur yang sedang berbuah, Selasa (24/10). Buah anggur mengecil akibat musim  kemarau.   

TRIBUN-BALI.COM  - Petani anggur di Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt, Buleleng mengeluh lantaran harga anggur anjlok bahkan tembus di angka Rp 5.000 per kilogram. Ukuran buah mengecil akibat krisis air di musim kemarau ini.

Petani anggur asal Banjar Dinas Kuwum, Desa Ringdikit, Luh Merta (65) mengatakan, ia memiliki kebun anggur seluas 20 are. Dalam waktu dekat anggur miliknya memasuki masa panen. Tapi ukuran buah yang dihasilkan kecil, lantaran pohon anggur tidak mendapatkan air yang cukup.

Luh Merta mengatakan, krisis air terjadi sejak tiga bulan yang lalu. Sementara pohon anggur sejatinya membutuhkan asupan air yang sangat banyak, agar dapat menghasilkan buah berukuran besar.

Baca juga: 10 Persen Tanah di Klungkung Tak Bersertifikat, Terbanyak di Nusa Penida, Kendala Batas Lahan

Baca juga: Lemparan Linggis Menantu Lukai Wajah Arta, Robetrus Ribut dengan Istri Kemudian Mengamuk

Ilustrasi - Petani anggur asal Banjar Dinas Kuwum, Desa Ringdikit, Luh Merta (65) mengatakan, ia memiliki kebun anggur seluas 20 are. Dalam waktu dekat anggur miliknya memasuki masa panen. Tapi ukuran buah yang dihasilkan kecil, lantaran pohon anggur tidak mendapatkan air yang cukup.
Ilustrasi - Petani anggur asal Banjar Dinas Kuwum, Desa Ringdikit, Luh Merta (65) mengatakan, ia memiliki kebun anggur seluas 20 are. Dalam waktu dekat anggur miliknya memasuki masa panen. Tapi ukuran buah yang dihasilkan kecil, lantaran pohon anggur tidak mendapatkan air yang cukup. (GRID.ID)

"Pertumbuhan buah jadi tidak normal, ukurannya kecil-kecil. Anggur itu sebenarnya akan bagus berbuah saat musim kemarau, namun harus banyak disiram agar ukuran buahnya besar. Kalau kurang air ya begini, ukurannya jadi kecil," ungkapnya, Selasa (24/10).  

Luh Merta mengatakan, anggur super dengan ukuran besar biasanya laku terjual Rp 12 ribu per kilogram. Namun kalau ukurannya kecil, harganya anjlok menjadi Rp 5.000 per kilogram. Kondisi ini membuat petani merugi. Untuk modal pupuk saja, ia harus mengeluarkan jutaan rupiah.

"Kalau beli di kelompok petani, harga pupuk isian 50 kilogram itu Rp 800 ribu. Sementara untuk lahan 20 are ini menghabiskan pupuk hingga 1,5 kwintal. Jelas tidak balik modal, tapi mau bagaimana lagi saya jadi petani anggur sejak 10 tahun lalu," ungkapnya.

Perbekel Desa Ringdikit, Made Sumadi mengatakan, wilayahnya saat ini memang mengalami krisis air. Selain akibat musim kemarau berkepanjangan, hal ini juga terjadi lantaran banyak terjadi pembabatan hutan dan alih fungsi lahan.

"Sumber air di desa kami itu dari Desa Kekeran, Kecamatan Busungbiu. Kami punya lima subak, semua debit airnya mengecil. Petani anggur tentu mengeluh karena  anggur itu membutuhkan air yang banyak. Sementara untuk petani padi juga saat ini terpaksa beralih menanam Pepaya California," ungkapnya.

Sumadi menjelaskan, saat ini luas lahan pertanian anggur di Desa Ringdikit mencapai 10 hektare. Jumlah ini mengalami penurunan bila dibandingkan beberapa tahun lalu yang luasnya mencapai 33 hektare.

Petani sebagian besar beralih ke tanaman padi, lantaran harga anggur hitam memang kerap anjlok terutama saat tidak ada hari raya. "Sekarang untuk mengantisipasi harga terus anjlok, kami mulai bekerjasama dengan pabrik wine sehingga anggur petani bisa diserap dengan harga yang layak," tandasnya. (rtu)

 

 
 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved