Kasus SPI Unud
Kajian SPI Unud Berdasarkan Website 3 PTN, Prof Wiagustini Sebut Studi Banding Tidak Turun Langsung
Guru besar Universitas Udayana (Unud) Prof Dr Ni Luh Putu Wiagustini SE MSi menyebut, kajian penyusunan besaran tarif Sumbangan Pengembangan Institusi
Penulis: Putu Candra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Eka Sabana menjelaskan, penanganan kasus dugaan korupsi SPI Unud ini bukan untuk menyidangkan perbuatan penerimaan maba dengan cara “titipan”.
Hal titip menitip dalam kasus ini berkaitan erat dengan penyalahgunaan kewenangan, dengan sengaja membuat pungutan tanpa dasar hukum. Ini dapat dikatakan sebagai pungutan liar.
Pungutan ini dipungut oleh pejabat negara atau Aparatur Sipil Negara atau pejabat pemerintah atau seseorang yang digaji oleh negara, dalam hal ini Unud.
"Sehingga kualifikasi perbuatan-perbuatan tersebut masuk dalam ranah perbuatan korupsi," ungkap Eka Sabana didampingi tim JPU, Dino Kriesmiardi.
Pihaknya juga meluruskan opini yang menyatakan, negara diuntungkan karena PNBP Negara (Unud) yang membengkak.
"Kita pahami bersama PNBP seharusnya didapat dari perolehan kegiatan yang sah atau legal. Penggunaan dana PNBP tersebut secara spesifik seharusnya dipergunakan untuk infrastruktur."
"Harus direncanakan sebelumnya, dengan kata lain negara tidak boleh memungut pendapatan secara tidak sah. Sedangkan dalam kasus ini, pungutan SPI Unud dibuat secara tidak sah," papar Eka Sabana.
Sebagaimana diterangkan secara jelas dan gamblang di surat dakwaan tim JPU, dan keterangan saksi di persidangan, kata Eka Sabana, terdapat fakta dinikmatinya perolehan yang tidak sah untuk kepentingan pribadi dalam kasus SPI Unud tersebut.
Diketahui, pada persidangan sebelumnya saksi Prof Dr Wiksuana sebagai Wakil Rektor II menerangkan, pemungutan SPI diakui ada kekeliruan, yaitu aturan yang dipakai sebagai dasar pelaksanaan SPI hanya SK Rektor Unud tidak termuat dalam PMK.
Di sisi lain Prof Wiksuana mengakui, bahwa SPI dijadikan sebagai bagian dari tarif layanan Unud.
"Jika berbicara tarif layanan, maka hal itu harus diatur dalam PP dan PMK, tapi nyatanya dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2005 yang diubah dalam PP No 74 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan BLU dan PMK No 51 dan 95 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Udayana tidak menyebutkan SPI sebagai salah satu tarif layanan," kata Eka Sabana.
"Saksi juga menerangkan pada tahun akademik 2018/2019 dan 2019/2020 SPI dipergunakan sebagai salah satu syarat kelulusan calon mahasiswa baru sebagaimana dituangkan dalam pedoman operasional baku penerimaan mahasiswa jalur mandiri dengan bobot 40 persen dari 100 persen nilai kelulusan," imbuhnya.
Ditanya, jika pungutan tidak sah, apa keuntungan yang dinikmati pada terdakwa.
"Tindak pidana korupsi itu tidak selalu berapa banyak seseorang itu mendapatkan keuntungan. Kita lihat pasal yang disangkakan," jawab Eka Sabana.
"Ada beberapa fasilitas dan keuntungan itu dinikmati oleh para terdakwa sendiri dan beberapa pejabat Unud. Dari fakta yang kami dapatkan kemarin, di antaranya uang SPI itu seharusnya dipergunakan untuk pembangunan, tapi uang tersebut diendapkan."
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.