Berita Buleleng

Polda Bali Bantah Tuduhan 2 Anggota Ditreskrimsus Pungut Setoran Rp 1,8 Miliar di Galian C Buleleng

Polda Bali bantah adanya tuduhan keterlibatan dua anggota Ditreskrimsus atas dugaan pemerasan atau pungli di Galian C Banjarasem Buleleng.

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Muhammad Raka Bagus Wibisono Suherman
Net/google
Ilustrasi - Polda Bali bantah adanya tuduhan keterlibatan dua anggota Ditreskrimsus atas dugaan pemerasan atau pungli di Galian C Banjarasem Buleleng. 

Penahanan dilakukan lantaran Leviana selaku Direktur PT Sancaka Mitra Jaya telah melakukan kegiatan usaha pertambangan di Galian C Banjarasem tanpa izin.

Usaha itu diakui Nunuk memang sudah dilakukan sang anak sejak 2020. Bahkan ada sekitar 20 perusahaan lain yang melakukan kegiatan sama di lahan seluas sekitar sembilan hektare itu.

Nunuk menjelaskan, pihaknya sejatinya telah berupaya untuk mengurus izin operasional di pusat hingga Pemprov Bali. Namun izin tersebut belum dapat diterbitkan lantaran Buleleng belum memiliki Perbup Rencana Detail Tata Ruang (RDTW).

Selama belum mengantongi izin operasional, Nunuk mengaku pihaknya sudah kulon nuwun ke berbagai pihak seperti Pemkab Buleleng hingga ke Polda Bali agar kegiatan penambangan tetap dapat dilakukan. Hingga beberapa waktu lalu dua anggota dari Ditreskrimsus Polda Bali berinisial AKBP U dan Kompol H diduga melakukan pemerasan alias pungli.

Dua anggota polisi itu beber Nunuk meminta uang sebesar Rp 1,8 Miliar kepada sang anak, dan harus diberikan secepatnya.

Diduga lantaran tak mampu memenuhi keinginan kedua anggota polisi itu, Leviana pun ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Akibat kejadian itu, Leviana pun mengalami depresi.

Baca juga: Terkait Kasus Dugaan Pemerasan Terhadap Syahrul Yasin Limpo, Sosok ini Segera Dipanggil

"Anak saya dimintai uang banyak. Anak saya ditahan dalam keadaan depresi. Surat penangguhan tidak diberikan. Saya tidak mau anak saya gila. Tolong dilepaskan agar anak saya bisa dirawat. Bapak Presiden tolong saya. Kapolri tolong saya, " ucapnya.

Nunuk menyebut bila memang aktivitas penambangan yang dilakukan anaknya menyalahi aturan, seharusnya 20 perusahaan lain yang melakukan kegiatan serupa juga ditindaklanjuti oleh polisi. Nunuk pun mengaku telah melaporkan kedua oknum anggota polisi itu ke Mabes Polri.

"Kalau mau keadilan harusnya semua ditangkap. Kami sebelumnya sudah kulon nuwun, sehingga sempat ada permakluman karena ini memang bukan kesalahan kami. Izin belum keluar karena Buleleng belum punya Perbup RDTW, " keluhnya.

Ditambahkan Nunuk meski usaha sang anak belum berizin, Pemkab Buleleng katanya rutin memungut pajak mineral bukan logam dari usaha milik sang anak. Setiap bulan pajak yang disetor kisaran Rp 5 juta hingga Rp 20 juta tergantung hasil penjualan.

"Anak saya tidak pernah terlambat bayar pajak, " katanya.

Sementara  Ketua LSM Gema Nusantara Anthonius Sanjaya Kiabeni menilai hal ini bukan sepenuhnya menjadi kesalahan penambang. Sebab pengurusan izin selama ini terkendala lantaran Buleleng belum memiliki Perbup RDTW.

Selain dua oknum anggota polisi itu, tindakan pungutan pajak yang dilakukan oleh Pemkab Buleleng dinilai Kiabeni sebagai bentuk pungli.

"Seluruh aktivitas pertambangan di sana sudah tutup sejak sebulan lalu. Jangan beri peluang bagi oknum melakukan pungli. Kalau izin belum terbit tapi pajak tetap dipungut, apa artinya? Kan sama dengan pungli. Pemerintah diam, tapi pajak tetap diterima," tegasnya.

Baca juga: Syahrul Yasin Limpo Laporkan Dugaan Pemerasan oleh Pimpinan KPK, Firli Bahuri Buka Suara

Berdasarkan fakta dan bukti-bukti yang dimiliki kata Kiabeni pungli yang dilakukan oleh dua oknum anggota polisi itu hanya dialami oleh Nunuk.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved