Berita Bali

Menparekraf Singgung Soal Pajak Spa Naik 40 Persen, Sandiaga: Usaha Spa Tidak Termasuk Hiburan

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno menanggapi usaha spa

ist
Ilustrasi spa - Menparekraf Singgung Soal Pajak Spa Naik 40 Persen, Sandiaga: Usaha Spa Tidak Termasuk Hiburan 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menanggapi usaha SPA masuk ke segmen hiburan hingga harus dikenai pajak 40 persen. 


Pada acara "The Weekly Brief with Sandiaga Uno" di Jakarta, Rabu 10 Januari 2024 Sandiaga merespon atas masukan dari para pelaku industri spa ketika usahanya dimasukkan ke dalam kategori hiburan sehingga bakal dikenai pajak hiburan.

Baca juga: Merespon Usaha Spa Masuk Dalam Pajak Hiburan yang Naik 40 Persen, Menparekraf: Bagian Dari Wellness


"Kami akan berkoordinasi untuk terus mendorong industri spa di Bali agar semakin berkembang," kata, Sandiaga.


Dalam Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2021 dijelaskan bahwa definisi usaha spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan atau minuman sehat, dan olah aktivitas fisik.

Tujuannya adalah menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.

Baca juga: Pelaku Usaha Spa di Bali Kaget, Pajak Naik dari 15 Persen Jadi 40 Persen


"Sehingga industri spa di Bali adalah bagian dari wellness bukan hiburan. Mereka ini mendapatkan kebugaran dan kebugarannya itu menggunakan rempah-rempah dan minyak yang diproduksi dengan kearifan budaya lokal setempat," imbuhnya.


Menparekraf Sandiaga mengungkapkan dalam lawatannya ke Dubai, Uni Emirat Arab, bahwa terapis spa asal Indonesia cukup dikenal dan diminati pasar internasional, karena memiliki reputasi yang baik.


Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun, mengatakan masuknya spa ke dalam kategori hiburan dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap bisnis spa dan melihat spa sebagai tempat hiburan semata.

Baca juga: SPA Treatment Dengan Garam Kusamba di Pramana Watu Kurung Ubud Bali, Percantik Kulit & Bantu UMKM

Tentu hal ini dapat mempengaruhi citra profesional para terapis.


"Jika spa tidak dintegrasikan secara bijak dengan budaya lokal, ada risiko komidifikasi budaya dimana spa akan dianggap sebagai atraksi tanpa menghargai makna dari konteks yang sebenarnya," kata Tjok Bagus.


Di kesempatan yang sama, Tjok Bagus juga menyampaikan perihal keputusan pemerintah daerah yang akan menerapkan retribusi daerah bagi wisatawan mancanegara dengan membayar kewajiban sebesar Rp150.000 atau 10 dolar AS sebagai biaya pelestarian budaya, kelestarian lingkungan, dan penanganan sampah di destinasi wisata Bali. 


Pembayaran retribusi dapat dilakukan dengan mengakses website Love Bali https://lovebali.baliprov.go.id. Kebijakan ini akan diberlakukan mulai 14 Februari 2024.


"Jadi sebelum wisatawan tiba di Bali, pembayaran itu sudah harus selesai. Kalau tiba di Bali mereka belum membayar kami menyediakan counter di bandara internasional maupun domestik dan di pelabuhan untuk kapal cruise. Kami akan memastikan proses ini berjalan dengan baik," kata Tjok Bagus.


Nantinya akan ada aplikasi untuk memudahkan wisatawan mancanegara membayar kewajiban tersebut. Sehingga diharapkan wisatawan mancanegara dapat menyelesaikannya sebelum keberangkatan mereka menuju Bali. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved