Berita Bali

Resmi! Larangan Jual Beli Daging Anjing di Bali, Perjuangan Aktivis Sejak 2017

Perda Provinsi Bali Nomor 5 tahun 2023: langkah besar untuk mengakhiri jual beli daging anjing di Bali

pixabay.com
Ilustrasi - Resmi! Larangan Jual Beli Daging Anjing di Bali, Perjuangan Aktivis Sejak 2017 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Aktivis hewan Sintesia Animalia Indonesia mengapresiasi langkah tegas Pemerintah Provinsi Bali melalui Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 5 tahun 2023.

Lahirnya Perda ini menjadi langkah besar untuk mengakhiri jual beli daging anjing di Bali, yang telah mereka perjuangkan sejak tahun 2017.

Aturan tersebut memang dikeluarkan untuk menyetop pendistribusian dan jual beli daging anjing yang tertuang dalam Perda tentang Penyelenggaraan ketertiban umum, ketentraman masyarakat dan perlindungan masyarakat tersebut.

Dalam pasal 28 (1) A menyebutkan, peredaran dan jual beli daging anjing sebagai tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal 3 bulan penjara atau denda minimal Rp 50 juta.

Baca juga: Pemprov Bali Terbitkan Larangan Jual Daging Anjing, Ini Bahaya Daging Anjing Untuk Kesehatan

Selain itu, berdasarkan surat edaran No.9874/SE/pk.420/F/09/2018 oleh Kementerian Pertanian, menerangkan bahwa daging anjing tidak termasuk dalam kategori pangan, sehingga penjualannya dibatasi.

"Sebenarnya ini program utama Sintesia Animalia Indonesia (sebelumnya Animals International Bali dan Bali Animal Defender, red) sejak tahun 2017. Sejak program ini dimulai telah banyak warung daging anjing yang ditutup," ujar aktivis dari Sintesia Animalia Indonesia, Drh Sasa Vernandes, M.Si kepada Tribun Bali, Senin 5 Februari 2024.

Hanya saja masih ada banyak warung yang tetap memilih beroperasi meski telah diedukasi oleh para aktivis hewan maupun Satpol PP.

"Ada beberapa pedagang tidak dapat ditutup hanya dengan imbauan semata, sehingga Perda No 5 Tahun 2023 ini menjadi langkah besar yang akan mengakhiri peredaran daging anjing di Bali," sambung Sasa.

Dijelaskan, peredaran daging anjing bisa memiliki risiko yang tidak terbatas diakibatkan karena kekejaman yang ada dibalik aktivitas tersebut, namun juga risiko kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Di mana sejak tahun 2017, Sintesia mendata 104 warung penjual daging anjing di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali.

Masing-masing pedagang memiliki karakter dan ceritanya, namun secara garis besar melalui penelitian ilmiah yang dilakukan Sintesia, ada beberapa poin besar yang dapat dilihat utamanya terkait dengan karakteristik sosio-demografinya.

Seperti pedagang di wilayah Denpasar, Badung, Gianyar dimana masyarakatnya lebih heterogen, didominasi oleh pedagang dari luar Bali.

Sementara itu di kabupaten lain yang lebih homogen, pedagang didominasi oleh pedagang asal Bali.

"Ada keterkaitan antara kondisi ini dengan faktor sosial-ekonomi masyarakat, terutama di daerah yang homogen seperti Buleleng, Karangasem, dan Jembrana. Sebagian besar adalah pedagang tidak memiliki keahlian dan latar belakang pendidikan yang cukup," beber Sasa, yang juga aktif sebagai Chief Veterinary/Kepala Dokter Hewan Yayasan Sintesia Animalia Indonesia.

Ilmu Turun-temurun

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved