Berita Bali

Sidak Pedagang di Jembrana dan Buleleng, Satpol PP Bali Sita 56 Kg Daging Anjing dan 500 Tusuk Sate

Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali kembali melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap pedagang daging anjing yang masih

dok ist
Sidak Pedagang di Jembrana dan Buleleng, Satpol PP Bali Sita 56 Kg Daging Anjing dan 500 Tusuk Sate 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR  – Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali kembali melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap pedagang daging anjing yang masih aktif memperjualbelikan dan mengedarkan daging anjing. Kali ini, sidak dilakukan di Kabupaten Jembrana, Selasa (23/7) dan di Kabupaten Buleleng, Rabu (24/7).

Dalam sidak ini, Satpol PP Provinsi Bali menemukan 2 pedagang daging anjing di Kabupaten Jembrana dan 1 pedagang di Kabupaten Buleleng yang masih secara aktif berjualan.

Satu pedagang di Desa Baler Bale Agung Kabupaten Jembrana mendapatkan peringatan dan Satpol PP mengamankan kurang lebih 500 tusuk daging anjing mentah dari warung ini.

Baca juga: Satpol PP Buleleng Amankan 5 Anak Punk Dibawah Umur dari Semarang, Tujuannya Denpasar

Sementara itu, satu pedagang lainnya di Palasari, Desa Ekasari, kedapatan menyimpan 56 kg daging anjing mentah yang akan dioleh untuk diperjualbelikan.

Pedagang ini sebelumnya sudah mendapatkan peringatan dari Satpol PP, karenanya Satpol PP Provinsi Bali segera membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan pedagang harus mengikuti persidangan atas pelanggaran perda karena mengedarkan dan memperjualbelikan daging anjing.

Dalam sidak yang dilakukan di Kabupaten Buleleng, Satpol PP Provinsi Bali mendapati 1 pedagang yang masih memperjualbelikan daging anjing, meski telah beberapa kali mendapatkan pembinaan dari Satpol PP dan bahkan membuat surat pernyataan untuk tidak lagi memperjualbelikan daging anjing.

Kunjungan juga dilakukan terhadap 3 pedagang yang dulu pernah berjualan daging anjing dan saat ini telah mengalihkan komoditi dagangnya ke jenis daging lain yang diperbolehkan, seperti daging ayam dan babi. Berbeda dengan anjing, babi dan ayam terklasifikasi sebagai ‘pangan’ dalam peraturan perundang-undangan.

Kepala Satpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi mengatakan, tindakan tegas berupa tipiring (tindak pidana ringan) terpaksa dilakukan karena oknum ini tidak mengindahkan peringatan yang sebelumnya diberikan. “Oknum pedagang kami tipiring untuk efek jera," kata Dewa Dharmadi, Kamis (25/7).

Dikatakan Dewa Dharmadi, sidak peredaran daging anjing bakal terus diadakan dan menyasar tempat-tempat yang sudah menjadi target yang telah ditentukan.

"Daging anjing itu bukan bahan pangan, dan juga bisa berpotensi rabies," jelasnya.

Pihaknya berharap, masyarakat agar tidak mengkonsumsi daging anjing karena berpotensi risiko bagi kesehatan. "Jangan percaya takhayul yang menyebutkan bahwa daging anjing itu menyehatkan. Itu menyesatkan," katanya.

Penindakan ini masih akan terus dilakukan dan menyasar kabupaten/kota lain di Bali. Sementara ini, 1 pedagang di Kabupaten Jembrana akan disidangkan pada 9 Agustus 2024, dan 1 pedagang di Kabupaten Buleleng pada 7 Agustus 2024.

Dewa Dharmadi menambahkan Perda Bali No 5 tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum, Ketentraman Masyarakat dan Perlindungan Masyarakat, pada Pasal 28 ayat 1 huruf a telah melarang setiap orang untuk mengedarkan dan memperjualbelikan daging anjing, ayat 1 huruf d pada pasal yang sama juga melarang setiap orang untuk menyiksa hewan.

“Perda ini dibuat untuk tujuan yang baik, untuk menghindarkan masyarakat dari risiko kesehatan karena mengonsumsi daging anjing serta karena terlibat dalam praktik berisiko yang dimulai dari penangkapan, transportasi, pembunuhan, penjagalan, penyimpanan, pengolahan serta pembuangan limbah dalam aktivitas perdagangan dan peredaran daging anjing. Perda ini tidak hanya untuk mengeliminasi kekejaman terhadap hewan, namun juga untuk tujuan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan,” imbuhnya. 

Baca juga: Helikopter Jatuh Terkena Tali Layangan, Satpol PP Bali Akui Sulit Edukasi Pemain Layangan

Sudah diingatkan Berhenti

Sementara itu, drh Sasa Vernandes dari Sintesia Animalia Indonesia yang saat itu juga bergabung dalam sidak menyayangkan masih adanya pedagang daging anjing yang beroperasi, meski Satpol PP sudah memberikan peringatan untuk berhenti.

“Saya telah bergabung dalam kegiatan edukasi dan pembinaan pedagang daging anjing sejak tahun 2017, dan menemukan banyak pedagang yang telah berhenti memperjual belikan daging anjing. Bahkan sebelum Perda ini diresmikan, Pemerintah telah memberikan peringatan melalui Surat Edaran dan Surat Instruksi Gubernur Bali yang dikeluarkan pada 2017 dan 2019. Sangat disayangkan bahwa beberapa pedagang tidak mengindahkan imbauan ini sehingga terpaksa harus ditindak dengan Perda yang baru,” kata drh Sasa, Kamis (25/7).

Seperti diketahui, Sintesia Animalia Indonesia (sebelumnya Animals Internasional dan Bali Animal Defender) telah memulai pendataan dan pembinaan sejak 2017.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh drh Sasa, diketahui bahwa masyarakat tertentu terlibat dalam perdagangan daging anjing di Bali, meskipun beberapa pedagang adalah masyarakat pendatang.

Ketua Sintesia Animalia Indonesia, Jovand Imanuel Calvary memberikan tanggapan, baik masyarakat asli ataupun pendatang harus menghormati peraturan yang diberlakukan di Bali.

“Karenanya Sintesia Animalia Indonesia terus mendata pedagang dan bekerjasama dengan Satpol PP Provinsi Bali untuk menindak pedagang-pedagang daging anjing yang masih aktif, tanpa pertimbangan khusus apakah mereka adalah masyarakat lokal atau pendatang – semuanya adalah pelanggar aturan,” papar Jovand.

Jovand menuturkan Satpol PP bersama Sintesia Animalia Indonesia telah mendata 107 lokasi pedagang daging anjing di Bali dan lebih dari 100 lokasi telah ditutup.

“Ada kemungkinan bahwa beberapa lokasi belum terdata, sehingga tim belum melakukan pembinaan, karenanya kerjasama dari masyarakat sangat dibutuhkan, terutama untuk memberikan informasi yang akurat tentang lokasi pedagang. Kami kerap menerima laporan-laporan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya, yang hanya berdasarkan asumsi dari pelapor. Sangat penting untuk menyertakan informasi yang cukup terutama titik koordinat lokasi,” katanya. (sar)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved