Berita Klungkung
Penantian Setengah Abad! Karya Ngenteg Linggih Pura Manik Mas Nyanglan, Upacara Terakhir Pada 1958
Upacara sakral ini terakhir digelar oleh desa adat setempat pada tahun 1958 silam, dan baru kembali dilaksanakan kembali tahun ini.
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM - Krama Subak Desa Adat Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung menggelar Karya Ngenteg Linggih, Mupuk Pedagingan Lan Padudusan Agung di Pura Manik Mas, Sabtu (31/8) atau bertepatan dengan rahinan Sansicara Kliwon Wuku Wariga.
Upacara sakral ini terakhir digelar oleh desa adat setempat pada tahun 1958 silam, dan baru kembali dilaksanakan kembali tahun ini.
Menariknya selama pelaksanaan upacara ini, ibu hamil tidak diperkenankan masuk ke kawasan pura. Bendesa Nyanglan, I Wayan Sarjana (Jero Mangku Dalem Tarukan) mengatakan, upacara ini digelar kembali bertujuan menyucikan dan mensakralkan ‘niyasa’ tempat memuja Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya Bhatara Sri Sedana.
“Upacara inj juga untuk meningkatkan srada dan bakti kepada leluhur dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan terwujudnya kegiatan keagamaan yang berlandaskan konsep Tri Hita Karana,” ujar Sarjana didampingi Bendesa Gede Nyanglan, IB Nyoman Suta dan Kelian Subak Desa Nyanglan, I Nengah Sukerasta, Sabtu (31/8).
Upacara tersebut dipuput empat sulinggih, Ida Pedanda Gede Putra Jelantik Manuaba, Ida Pedanda Budha Ratna Kanya, Ida Pedanda Istri Oka Tamu dan Ida Dalem Semara Pura. Sarjana menambahkan, sangkaian upacara telah dimulai sejak 2 Juni 2024 dengan Ngadegang Panitia Karya (Prawartaka) dan upacara Matur Piuning Karya.
Rangkaian upakara dilanjutkan dengan upacara tawur balik sumpah, kemudian Melasti ke segara (Pura Watu Klotok) pada Senin, 26 Agustus 2024. Dilanjutkan dengan Mapepada Agung, 30 Agustus 2024.
Karya berlangsung selama 11 hari. Di mana setelah puncak karya akan dilaksanakan penganyaran. Dan karya akan disineb (ditutup) pada 11 September 2024.
Baca juga: NYARIS Bangkrut! Kisah Jatuh Bangun Pemilik Denara Bali, Sathya & Kini Bisnisnya Moncer
Baca juga: 235 SPBU Tak Lagi Jual Pertalite! Penjualan Dihentikan Bertahap, Pertamina Tegaskan 7.516 SPBU

Untuk diketahui, ini adalah Karya Ngenteg Linggih kedua setelah 66 tahun lamanya, karena terakhir terselenggara tahun 1958 silam.
Selama setengah abad krama subak dan krama Desa Adat Nyanglan menanti digelarnya kembali karya ini. “Pelaksanaan karya ini sudah berjalan lancar. Mudah-mudahan dengan pelaksanaan karya ini, semua krama mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan, kesuburan alam semesta ini,” harapnya.
Pura Manik Mas ini diempon oleh 167 krama subak ini terbagi dari dua desa yakni Desa Nyanglan dan Desa Timuhun. Sementara itu, Desa Nyanglan sendiri terbagi menjadi dua wilayah yakni wilayah Klungkung dan Bangli untuk Banjar Kaler atau Kaja. (mit)
Larangan untuk Ibu Hamil
Keberadaan Pura Manik Mas erat kaitannya dengan keberadaan subak di Desa Nyanglan. Subak ini cukup unik, sebab aliran air irigasinya mengaliri sawah dari hulu yakni Banjar Nyanglan Kaja yang sudah masuk wilayah Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli.
Sedangkan ke hilirnya sampai pada sawah dari krama yang berasal dari desa tetangga yakni Desa Timuhun, di Kabupaten, Klungkung.
Kelian Subak Desa Nyanglan, I Nengah Sukerasta mengatakan, dari kisah turun menurun konon pura yang dibangun di Desa Nyanglan yang lebih awal adalah Pura Karang Tuang, Pujung Sari, dan Pura Manik Mas.
Karena pada saat itu penduduk yang ada di Desa Nyanglan ini berposisi di sekitar Pura Karang Tuang yang sekarang.
“Lanjut cerita, Tedun Bhatari Sri (manifestasi Tuhan), berkenan untuk bersetana bersama dengan Bhatari Sedana yang sudah melinggih di Pura Manik Mas sesuai nama yang sekarang kita kenal. Dan Bhatari Sri tidak berkenan Linggih pura ini menggunakan Gelung Kori maka sampai saat ini di Pura Manik Mas, Pemedalnya menggunakan Candi Bentar (Lambang Purusa Predana atau Lambang Kesuburan),” ujar Kelian Subak Desa Nyanglan, I Nengah Sukerasta.
Pada awalnya dulu, nama Pura Manik Mas kemungkinan disebut dengan nama Pura Manim Embas. “Dan karena sengau bahasa menjadi Manik Mas. Mungkin ini yang mengakibatkan dulu warga yang hamil atau ngadut manik (hamil) takut sembahyang di Pura Manik Mas karena takut keguguran atau embas. Masyarakat meyakini itu,” jelas Sukerasta.
Hal tersebut diyakini masyarakat setempat secara turun-menurun sampai saat ini. Sehingga masyarakat yang sedang hamil (ngadut manik), selama ini tidak berani memasuki areal pura.
Konon diyakini akan terjadi musibah terhadap kehamilannya atau maniknya keguguran (Manik Embas). Termasuk pada upacara saat ini, ibu-ibu hamil tidak diperkenankan masuk ke kawasan Pura Manik Mas. (mit)
Sampan Barang Tenggelam di Kusamba, Kerugian Rp1 Miliar, BPBD Ingatkan Potensi Ombak Tinggi |
![]() |
---|
Detik-Detik Sampan Pecah di Kusamba Klungkung, Ombak Setinggi 4 M Menghantam, Sampan Pecah Jadi 2 |
![]() |
---|
DRAMATIS! Sampan Pecah Dihantam Ombak di Kusamba Klungkung, ABK Hingga Buruh Terjun ke Laut |
![]() |
---|
Sekda Klungkung Bali Lantik Pejabat Fungsional Humas, Tekankan Pentingnya Disiplin |
![]() |
---|
Waspada Demam Tinggi Disertai Ruam, 11 Kasus Suspect Campak di Klungkung Diperiksa di BLK Surabaya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.