Putus Sekolah di Bali

KPAD Bali Temukan 200 Anak Putus Sekolah di Desa Munti Karangasem Pada Tahun 2024

Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bali, pencatatan data putus sekolah di Bali, masih belum maksimal terhitung.

Pixabay
ILUSTRASI – Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bali, pencatatan data putus sekolah di Bali, masih belum maksimal terhitung. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bali, pencatatan data putus sekolah di Bali, masih belum maksimal terhitung.

Ketua KPAD Bali, Ni Luh Gede Yastini saat ditemui, Jumat 17 Januari 2025 mengatakan pihaknya sempat menggali data ke dinas-dinas berkait pendidikan di Kabupaten Kota.

“Faktanya bahkan ada dinas yang menyebutkan tidak ada putus sekolah. Padahal disitu ada perkawinan usia anak. Kemudian juga anak hamil yang tidak diharapkan otomatis akan putus sekolah. Dan itu tidak mendapatkan perhatian oleh pemerintah maupun oleh masyarakat,” jelas Yastini. 

Terjadinya putus sekolah ini, harus dilihat juga dari hulunya. Putus sekolah ini banyak terjadi di Kabupaten Karangasem. Bahkan KPAD Bali sempat bersinergisitas, untuk melakukan penelitian dengan Fakultas Kedokteran yang meneliti tentang aspek kesehatan anak dan masyarakat.

Baca juga: TRAGEDI Kecelakaan di Canggu, WNA Inisial LPJM Tewas Usai CKB, Simak Beritanya!

Baca juga: NEKAT Akhiri Hidup, Ni Luh Lastri Tak Kuat Menahan Gejala Stroke, Jasad Ditemukan di Pohon Cengkeh 

 “Begitu dilakukan penelitian ditemukan anak putus sekolah, sampai di atas 200 agak terfokus satu desa. Dan desa itu memang terkenal dengan kondisi sosial ekonomi yang ya cukup parah lah. Dan itu faktornya juga kompleks,” imbuhnya. 

Desa tersebut adalah Desa Munti, Karangasem. Kebanyakan data yang didapat merupakan anak yang putus sekolah ditengah jalan. Sementara yang lainnya terdapat data, tidak tercatat di antaranya anak selesai sekolah setelah SD tidak tercatat serta anak usia sekolah tidak sekolah.

Bukan hanya karena faktor sosial ekonomi yang selama ini, orang menyebut itu jadi faktor utama putus sekolah pada anak. Faktor mental dan pola asuh juga berpengaruh dalam hal ini. Bahkan ada keluarga yang mengeksploitasi anaknya untuk bekerja dan tidak diizinkan sekolah.

“Dan ini kan menjadi sebuah hal yang menarik. Dan ini sebenarnya termasuk kategori pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Anak untuk Pendidikan. Sebenarnya ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran Undang-Undang,” bebernya. 

Posisi KPAD tidak mengambil sebuah tinakan karena posisi KPAD lebih kepada pengawasan yang hanya bisa merekomendasi. Dan tinakan itu semua ini dilaksanakan oleh para penegak hukum. 

Diakui Yastini memang fenomena putus sekolah di Desa Munti Karangasem, tersebut menjadi polemik di masyarakat bahwa ada sebuah kepercayaan desa itu dikutuk. 

“Kita sempat membahas dengan tokoh-tokoh disana sehingga anak-anak dieksploitasi oleh orangtuanya diajak mengemis di jalan mereka termasuk 200 orang putus sekolah. Dulu yang terkenal gepeng dari Trunyan jaman 1970-1980 saat ini masyarakat Trunyan jual dupa, kalung karena ternyata desa adat kuat bahkan memberikan sanksi adat,” tutupnya. 

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved