Berita Bali
Perkawinan Anak Tembus 368 Kasus, KPAD Bali Catat Peningkatan Kasus di Tahun 2024, Ini Penjelasannya
Pada kasus pernikahan dini karena kehamilan, sebenarnya kalau dilihat dari peraturan Mahkamah Agung (MA) terdapat 2 syarat.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM – Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bali mencatat terjadi peningkatan perkawinan anak di Bali pada tahun 2024. Pada tahun 2024, jumlah perkawinan anak di Bali meningkat menjadi 368 kasus.
Hal ini diungkapkan Ketua KPAD Bali, Ni Luh Gede Yastini pada Jumat (17/1). Dikatakan, jika dibandingkan pada tahun 2023 jumlah perkawinan anak di Provinsi Bali sejumlah 335 kasus.
“Data ini didapatkan berdasarkan dari dispensasi kawin yang diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Agama(PA). Dan yang mengkhawatirkan bagi kami adalah anak yang mengajukan dispensasi kawin ini yang paling muda itu di bawah usia 14 tahun yakni berusia 13 tahun,” jelas, Yastini.
Baca juga: Wabup Suiasa Terima Kunjungan Study Tiru Pemkab Bantul, Simak Beritanya Berikut Ini
Baca juga: Akan Ditindak Tegas Jika Terbukti, Ariasandy Buka Suara Soal Kasus Oknum Polisi Viral

Di tahun 2024 terdapat 4 anak yang diajukan dispensasi kawin di usia di bawah 14 tahun. Dan yang menjadi pasangannya atau mempelai laki-lakinya berusia dewasa yaitu di atas 20 tahun.
Yastini mengatakan ini harus menjadi perhatian bagi pemerintah Provinsi Bali juga bagi aparat penegak hukum. Jangan sampai adanya dispensasi perkawinan dijadikan alat untuk menghentikan pidana.
“Karena dilaporkan persetubuhan terhadap anak, kemudian mengajukan dispensasi supaya tidak masuk ke pidana. Ke depan kami berharap bahwa selain berkaitan dengan semua program-program yang sudah ada, supaya juga diarahkan program-program di Provinsi Bali ini untuk bagaimana menjaga perkawinan anak. Karena efek perkawinan anak besar,” imbuhnya.
Selain menjadikan anak putus sekolah, ketika terjadi pernikahan muda akan mengakibatkan pengasuhan pada anak buruk yang akan berdampak pada potensi stunting, dan kemudian kematian ibu dan anak serta menambah angka kemiskinan.
“Dari hasil kita setahun ini memotret soal perkawinan anak, yang paling tinggi terjadi perkawinan anak itu yang mengajukan dispensasi paling banyak, itu di daerah Singaraja. Itu paling banyak mengajukan dispensasi. Yang mengajukan dispensasi yang banyak itu, di Buleleng yang kedua Jembrana, kemudian di Denpasar,” paparnya.
Alasan dari Pengadilan mengapa meloloskan atau memberikan izin untuk dispensasi perkawinan, pertama sebab telah terjadi kehamilan. Yang kedua, yang paling menyedihkan adalah rata-rata anak ini sudah melakukan perkawinan dulu di adat. Sehingga Pengadilan tidak bisa menolak dispensasi perkawinan.
“Mereka sudah kawin secara adat ini menjadi persoalan. Makanya memang harus ada komitmen juga dari adat. Kita tahu, adat punya hukum adatnya, tapi juga ada hukum nasional yang berlaku. Nah ini harus bisa berjalan. Layaknya mengajukan izin dulu baru melakukan perkawinan. Sehingga pengadilan tidak bisa lagi berkata apapun, harus diterima. Karena sudah kawin. Nah itu yang menjadi masalah untuk perkawinan anak-anak,” sambungnya.
Pada kasus pernikahan dini karena kehamilan, sebenarnya kalau dilihat dari peraturan Mahkamah Agung (MA) terdapat 2 syarat.
Syarat atas cara untuk persidangan dan dispensasi kawin. Di antaranya kesiapan anak, di samping orang tuanya yang menyatakan, harusnya juga ada dari Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan selama ini kata Yastini lebih kepada fisik ketika dilihat anak ini sudah cukup dewasa, cukup matang dibolehkan menikah.
Sebenarnya penting dari sisi psikologi juga dilihat. Apakah anak ini siap untuk kawin lalu dengan kehamilan yang ada, jika dikawinkan, harus ada yang memastikan bahwa anak ini akan baik-baik saja dengan kehamilannya, bahkan dengan kehidupan selanjutnya.
“Terdapat dua hal dalam dispensasi kawin. Sebelum terjadi perkawinan harus ada edukasi seputar kesehatan reproduksinya dan bagaimana menjaga dirinya,” kata dia.
Yastini menambahkan, peningkatan perkawinan anak disebabkan karena dispensasi perkawinan yang diajukan ke PN dan PA. “Kita melihatnya begitu, karena dilihat dari yang mengajukan. Kami hanya khawatir, jangan sampai dispensasi yang ada ini kemudian menjadikan alat untuk lari dari tanggung jawab pidana,” jelas Yastini.
Jika dilihat dari usianya rata-rata yang bisa dikategorikan pernikahan dini adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun. Sementara pada Undang-undang (UU) Perkawinan, umur pernikahan dibatasi minimal 19 tahun. Untuk melakukan perkawinan, mereka yang di bawah usia 19 tahun wajib mengajukan dispensasi perkawinan.
“Jangan sampai artinya perkawinan anak ini hanya dipakai istilahnya untuk biar menghapus pidana. Kita tidak tahu, kita tidak tahu nanti apa ke depannya hanya untuk menghapus pidana yang penting anak sudah dinikahi setelah itu terjadi penelantaran lagi. Seorang anak mengasuh anak kemudian dilantarkan lagi. Jadi otomatis bisa jadi nambah kasus lagi,” imbuhnya.
Pernikahan muda ini berakibat perceraian hingga penelantaran anak. Jika terjadi penelantaran anak akan ada 2 anak yang telantar yakni ibu sebagai usia anak dan anak yang memang masih kecil. Yastini meminta dalam hal pengajuan dispensasi kawin ini harus benar-benar memastikan memang benar dan urgent serta dapat dilakukan.
“Jangan sampai itu dilakukan hanya untuk menghapus pidana. Kalau sejauh ini, sebenarnya kalau untuk perlindungan anak sejak awal kita sudah ada MoU (Memorandum of Understanding) dengan Majelis Desa Adat (MDA),” paparnya.
Ia berharap MDA dapat mendorong desa adat di seluruh desa adat di Bali sejumlah 1.500 desa untuk memiliki parerem perlindungan anak. Terlepas dari apakah itu khusus untuk perkawinan anak atau sesuai dengan kebutuhan desa adatnya.
Sehingga pernikahan anak bisa dicegah dari hulunya. Di Denpasar ada beberapa Desa Adat yang membuat parerem, khusus tentang anak yang berada di warga dan anak yang menjadi korban.
“Harus ada perarem di desa adat untuk memastikan anak-anak kita tidak menjadi korban. Dan kalau pun menjadi korban, bagaimana Desa Adat ini bisa berperan untuk ikut melindungi dan memastikan mereka tetap dapat haknya, misalnya harus sekolah, tidak di-bully, tidak distigma. Nah itu yang kita harapkan sebenarnya dari desa adat,” ujar Yastini. (sar)
Ratusan Korban Kekerasan Seksual
KPAD Bali juga mendapati beberapa temuan dalam laporan berkaitan dengan perlindungan anak di Provinsi Bali di tahun 2024.
Ketua KPAD Bali, Ni Luh Gede Yastini mengatakan, tahun 2024 KPAD Bali memotret kasus kekerasan terhadap anak, seksual, fisik dan lain-lain.
Untuk anak yang menjadi korban kekerasan seksual, fisik dan lain-lain di Provinsi Bali pada Tahun 2024 sejumlah 361 kasus yang dilaporkan.
“Kita tidak tahu mungkin ada yang tidak dilaporkan. Dari angka 361 kasus kekerasan pada anak paling banyak adalah kasus kekerasan seksual. Kemudian ini juga sejalan dengan kondisi perkawinan anak di Provinsi Bali yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya,” jelas Yastini.
Penanganan kasus kekerasan pada anak ini salah satunya mulai dari membangun rumah aman. Bali belum mempunyai rumah aman yang benar-benar intensif untuk mendukung anak-anak.
Kemudian anak-anak yang dalam penanganan kasusnya mungkin ada beberapa persepsi dari Aparat Penegak Hukum (APH) itu sendiri. Sehingga menyebabkan bagaimana dalam pengungkapannya.
“Kemudian juga beberapa kasus anak akhirnya hilang. Nah ini juga menjadikan permasalahan. Sehingga kasusnya akhirnya tergantung-gantung. Terlebih lagi, kasus yang agak berat adalah ketika pelakunya itu adalah orang sekitarnya, itu orang tuanya sendiri,” kata dia.
Menurutnya, sehingga sulit sekali untuk masuk ke kasus anak-anak karena anak berada dalam kekuasaan. Dari informasi yang awalnya anak mengalami kekerasan, tiba-tiba bisa berubah. Dan beberapa kasus kekerasan seksual ini berdampak terhadap masalah perkawinan anak dan budaya sekolah.
“Kalau paling tinggi (kekerasan pada anak) kembali lagi masih di Denpasar, kemudian sesudah di Singaraja. Kemudian kemudian Gianyar, Karangasem. Paling tinggi Denpasar, kedua itu Singaraja,” tutupnya. (sar)
Cuaca Buruk, Pelabuhan Gilimanuk Bali Ditutup Hampir Dua Jam, Antrean Kendaraan Mengular |
![]() |
---|
Lindungi Pesisir Bali, 4.000 Bakau Ditanam di Tahura Ngurah Rai, Libatkan Kelompok Nelayan |
![]() |
---|
Kapasitas PLTS di Bali Saat Ini Capai 50 MW, Siapkan Proyek Baru PLTS 9-10 MW di Badung |
![]() |
---|
Sekda Bali Targetkan Ranperda Nominee Selesai Tahun Ini, UMKM Milik WNA Dipastikan Ilegal |
![]() |
---|
UMKM Milik WNA Dipastikan Ilegal, Sekda Bali Targetkan Ranperda Nominee Selesai Tahun Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.