Kasus TPPO dan CPMI di Bali

KISAH PILU Agus Ariawan dan Sunaria, 8 Bulan Jadi Korban TPPO, Lolos dari Maut Berkat Tentara DKBA

Selama delapan bulan dipaksa menjalani beratnya tekanan pekerjaan sebagai scam love hingga terus mengalami penyiksaan.

TRIBUN BALI/ MUHAMMAD FREDEY MERCURY 
Kunjungan - Kapolres Buleleng, AKBP Ida Bagus Widwan Sutadi saat mendatangi kediaman Nengah Sunaria, Selasa (25/3). 

TRIBUN-BALI.COM - Kadek Agus Ariawan dan Nengah Sunaria menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar.

Delapan bulan lamanya ia dipaksa bekerja di bawah tekanan serta mengalami beragam penyiksaan hampir setiap hari. Selama delapan bulan dipaksa menjalani beratnya tekanan pekerjaan sebagai scam love hingga terus mengalami penyiksaan, sedikit demi sedikit berdampak pada mental Kadek Agus Ariawan. 

Tak jarang situasi yang dialami membuatnya ingin menyerah pada keadaan.  Agus mengungkapkan, saat menjalani penyiksaan lantaran tidak mencapai target, ia harus menahan sakit. Ia bahkan sampai harus menggigit bajunya agar tak terdengar suara. 

“Kalau sampai terdengar suara, maka penyiksaan akan lebih parah. Satu-satunya yang bisa dilakukan hanya pasrah, dan berharap mereka segera puas,” ucapnya, Minggu (23/3). 

Agus tidak memungkiri sempat terbesit keinginan menyerah di benaknya. Namun di sisi lain, ia percaya keluarganya di Bali serta instansi pemerintah terkait akan bertindak dan berupaya untuk menyelamatkan dia. 

Hingga setitik harapan muncul pada tanggal 16 Februari 2025.Saat itu sekitar pukul 09.00 waktu setempat. Agus yang baru selesai bekerja, dari lantai dua mes melihat pekerja kulit hitam asal benua Afrika berlari menuju gerbang keluar. Di sana ia juga melihat ada tentara DKBA (Demokratik Buddha Karen), yang merupakan kelompok tentara pemberontak. 

Baca juga: BEGAL Driver Ojol di Klungkung, Korban Dibacok dengan Gunting, Pelaku Berhasil Dibekuk Polisi

Baca juga: KASUS Penebasan Tetangga di Buleleng, Suarjana Terancam 10 Tahun Penjara, Simak Beritanya!

Kesaksian - Kadek Agus Ariawan saat ditemui di kediamannya di Kelurahan Liligundi, Kecamatan Buleleng pada Sabtu (22/3/2025). Agus menceritakan ihwal pengalamannya selama delapan bulan menjadi korban TPPO di perbatasan Myanmar - Thailand.
Kesaksian - Kadek Agus Ariawan saat ditemui di kediamannya di Kelurahan Liligundi, Kecamatan Buleleng pada Sabtu (22/3/2025). Agus menceritakan ihwal pengalamannya selama delapan bulan menjadi korban TPPO di perbatasan Myanmar - Thailand. (Tribun Bali/ Muhammad Fredey Mercury)

Saat itulah ia mengajak rekan sesama asal Buleleng bernama Nengah Sunaria, untuk ikut menyelamatkan diri. Sunaria yang ragu karena masih sayang nyawa, terus dipaksa Agus agar ikut kabur.

“Saya berusaha meyakinkan Nengah agar mau ikut kabur. Sebab ada potensi kita bisa selamat dan bisa pulang. Sebaliknya jika bertahan tentu akan meninggal sia-sia di tempat ini,” ujarnya. 

Kalimat tersebut memicu semangat Sunaria, hingga keduanya kabur bersama. Namun upaya untuk kabur nyatanya tidak semudah itu. Sebab saat menuju gerbang, keduanya sempat ditahan petugas keamanan perusahaan. Keduanya bahkan ditodong dengan senapan AK-47. 

“Saat itu saya sudah pasrah seandainya ditembak. Karena moncong pistol sudah berada di dahi. Beruntung kejadian ini dilihat tentara DKBA, sehingga kami dibiarkan lolos dari gerbang,” ucapnya. 

Lolos dari petugas keamanan, lagi-lagi upaya kabur Agus dan Sunaria sempat tertahan. Sebab bos asal Tiongkok tiba-tiba mendatangi gerbang perusahaan. Ia juga meminta pada tentara DKBA agar pekerjanya dikembalikan. 

“Tentara mempersilakan bos Tiongkok mengambil pekerjanya dengan syarat, jika pekerja tidak mau kembali ke perusahaan maka tidak boleh dipaksa,” sebutnya. 

Kata Agus, saat itu terjadilah komunikasi antara pihaknya dengan bos Tiongkok, yang ditengahi oleh orang Malaysia sebagai translator. Di mana pihak perusahaan berjanji dalam waktu 10 hari akan dipulangkan dengan baik-baik.

“Saya jelas menolak tawaran itu. Iya kalau dipulangkan, kalau justru dijual ke perusahaan lain bagaimana. Karena banyak kejadian pekerja dijual ke perusahaan lain,” katanya. 

Tentara DKBA yang menyadari terjadi penolakan, akhirnya mengamankan Agus dan Sunaria ke camp penampungan. Di sana keduanya mendapat perlakuan serta perawatan medis secara layak. Kendati demikian Agus tetap waswas. Ia merasa belum mendapatkan kebebasan sepenuhnya, sebab bos Tiongkok masih kerap mondar-mandir di camp penampungan pertama. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved