Berita Badung

TEGAS DPRD Badung Akan Tindak! Jika Manajemen GWK Langgar Aturan, Buntut Polemik Penutupan Jalan

Di mana gang menuju rumahnya selebar kurang lebih 5 meter kini tertutup dinding setinggi kurang lebih 2 meter.

TRIBUN BALI/ZAENAL NUR ARIFIN
TERHALANG - Penampakan pagar dinding tembok yang dibangun manajemen GWK menghalangi akses jalan warga di Banjar Giri Dharma, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, kabupaten Badung, Kamis (25/9). Bendesa Adat Ungasan I Wayan Disel Astawa menunjukkan peta mengenai akses jalan umum di Banjar Giri Dharma. 

TRIBUN-BALI.COM  - Sejumlah warga di Banjar Giri Dharma, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, kabupaten Badung terisolir akibat dibangunnya pagar tembok pembatas GWK Cultural Park. Mereka pun terpaksa membuat akses sendiri melalui semak-semak lahan milik orang lain. Sebelumnya mereka dapat dengan mudah melalui jalan akses keluar masuk menuju rumahnya namun satu tahun terakhir terisolir.

“Ini memang kita dari dulu keluar masuknya di sini. Nah sejak setahun lalu, saya tidak tahu kenapa itu kok ditutup jalan saya (gang masuk rumahnya dipagari dinding). Jadi saya tidak punya akses untuk jalan keluar menuju ke jalan raya,” ungkap Nyoman Tirta Yasa saat ditemui pada Kamis (25/9).

Di mana gang menuju rumahnya selebar kurang lebih 5 meter kini tertutup dinding setinggi kurang lebih 2 meter. “Karena gang saya ditutup saya mau keluar lewat mana? Jadi kalau istilah Bali-nya kita karang kebobong namanya. Jadi kita tidak ada jalan keluar untuk menuju akses ke jalan raya,” tambahnya.

Yasa menyampaikan awal pembangunan disampaikan investor akan memperhatikan warga sekitar kawasan untuk dapat berkembang. Namun hal itu hanya isapan jempol belaka karena kini akses jalan ditutup dengan tembok manajemen.

Baca juga: KLARIFIKASI Manajemen GWK, Polemik Penutupan Akses Jalan Warga Banjar Giri Dharma, BPN Temukan Ini!

Baca juga: SEKDA Tegaskan Jalan Tak Boleh Dipagari! Ungkap Jalan Lingkar Timur GWK Milik Pemkab Badung

“Jadi kalau seperti ini, jangankan kita bisa meningkatkan taraf hidup perekonomian. Bagaimana kita bisa mengembangkan ekonomi, bagaimana kita bisa berusaha. Kita tidak ada akses di sini,’ ujar Tirta Yasa. 

“Akses jalan itu adalah yang utama untuk kita bisa hidup, untuk kita bisa bergerak, untuk kita bisa menghidupi diri sendiri, minimal,” tutur Tirta Yasa sembari menyayangkan dibangunnya pagar tembok pembatas menutupi akses jalan.

Ia kini harus berjalan kaki keluar masuk rumahnya dan menaruh sepeda motornya di lahan kosong milik orang lain selama satu tahun terakhir. Tetapi sampai kapan harus seperti ini jika pemilik lahan membangun di lahan miliknya tentu sudah tidak ada lagi akses keluar masuk.

“Saya sementara saat ini keluar masuk jalan kaki, di sebelah itu miliknya orang juga. Khan tidak mungkin kita dikasih terus-terusan seperti itu jalan keluar. Jadi intinya ini harus dibuka (pagar pembatas) seperti itu,” ungkapnya.

Pihaknya bersama warga terisolir lainnya pernah meminta langsung kepada manajemen GWK untuk membuka akses jalan itu tetapi jawabannya akan dikoordinasikan dulu. Koordinasi hingga satu tahun berjalan tidak ada upaya pembongkaran akhirnya mereka mengadu ke DPRD Provinsi Bali didampingi Bendesa Adat Ungasan I Wayan Disel Astawa yang juga selaku Wakil Ketua DPRD Bali.

“Selama setahun ini kita sangat-sangat terisolir. Sangat-sangat menyedihkan sekali hal seperti ini. Yang dulu konsepnya adalah akan mensejahterakan masyarakat dan lingkungan setempat tapi kenyataan seperti ini yang kita alami. Sangat-sangat menyedihkan,” paparnya.

Hal senada diungkapkan Nyoman Sulasmi yang rumahnya tidak jauh dari Tirta Yasa. “Tidak tahu saya datang (pulang waktu itu) tiba-tiba sudah ditembok. Saya bilang hak dari sini (akses jalan warga) ngapain ditembok. Kalau ini ditembok kita keluar ke mana? Misalnya ada kematian kita terkurung di dalam. Sementara pinjam tanah orang tidak tahu pemiliknya di mana? Saya bilang sama yang mengurus pinjam dulu sementara,” ucapnya.

Sementara itu, Bendesa Adat Ungasan I Wayan Disel Astawa masih menunggu niat baik manajemen GWK Cultural Park terhadap penutupan akses jalan warga Banjar Giri Dharma. Namun pihaknya mempertanyakan dua pernyataan berbeda terhadap permintaan dibongkarnya dinding pembatas GWK yang menutupi akses jalan. 

“Kalau kita baca lewat suratnya (press release) mengatakan dia belum bersedia. Tetapi lawyer-nya menghubungi kita minta tempo, minta berkomunikasi,” ujar Disel Astawa, Kamis (25/9). “Jadi mana yang benar? Satu sisi press release-nya mengatakan tidak mau (membongkar) dan siap bekerjasama dengan pemerintah,” sambungnya.

Ia menambahkan jika mau bekerjasama dengan pemerintah harusnya surat pemberitahuan (sosialisasi pemagaran) penutupan dengan alasan akan diadakannya pelaksanaan World Water Forum warga diajak bermusyawarah. Tetapi ini tidak dilakukan GWK dan langsung dipagari begitu saja tanpa ada musyawarah terlebih dahulu.

Disel Astawa menunjukkan sejumlah dokumen yang memperkuat mengenai posisi jalan akses tersebut terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badung. Selain itu menunjukkan surat pemberitahuan pemagaran dan bukan sosialisasi seperti yang klarifikasi tertulis manajemen GWK kepada media.
Pihaknya pun menegaskan tidak ada niat terselebung terhadap polemik ini tetapi semata-mata untuk warganya yang terisolir. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved