Berita Bali

SIDAK Pansus Temukan Pelanggaran Tata Ruang di Tahura, 33 Sertifikat Tanah Plus 16 Sertifikat Lain!

Sidak ini bermula dari indikasi reklamasi terselubung dan alih fungsi lahan di kawasan hutan mangrove yang merupakan hutan negara

ISTIMEWA
SIDAK TAHURA - Panitia Khusus (Pansus) TRAP DPRD Provinsi Bali kembali lakukan sidak pelanggaran tata ruang di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai pada Jumat, 24 Oktober 2025. 

TRIBUN-BALI.COM - Panitia Khusus (Pansus) TRAP DPRD Provinsi Bali menemukan pelanggaran tata ruang saat melakukan sidak di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai pada Jumat, 24 Oktober 2025. 

Sidak ini bermula dari adanya indikasi reklamasi terselubung dan alih fungsi lahan di kawasan hutan mangrove yang merupakan hutan negara dan kawasan konservasi. 

Dari hasil investigasi dan data lapangan, Pansus TRAP DPRD Bali menemukan sedikitnya 33 sertifikat tanah, ditambah 16 sertifikat lainnya, yang berada di dalam kawasan hutan mangrove wilayah yang seharusnya dilindungi dan tidak boleh dimiliki secara pribadi. 

Temuan ini mengindikasikan adanya praktek terstruktur untuk menyiasati aturan tata ruang dan perundang-undangan kehutanan melalui modus reklamasi terselubung.

Baca juga: VISA Dorong Pembayaran Digital UMKM Pariwisata, Kedatangan Turis ke Bali Diprediksi Capai 7 Juta 

Baca juga: KUNJUNGAN Wisman dari Australia Tinggi, TransNusa Tambah Frekuensi Penerbangan Rute Bali-Perth 

Ketua Pansus TRAP DPRD Bali Dr. (C) I Made Supartha, S.H., M.H. menyebut temuan ini sebagai kejahatan lingkungan yang serius karena melibatkan kawasan konservasi yang memiliki fungsi ekologis penting bagi Bali.

“Mangrove adalah benteng alami Bali dari abrasi dan pencemaran. Mengalihfungsikan kawasan hutan lindung menjadi kepemilikan pribadi adalah bentuk pelanggaran berat terhadap hukum dan nurani lingkungan,” jelasnya.

Menurut kajian hukum yang disampaikan dalam rapat Pansus, tindakan ini berpotensi melanggar sejumlah undang-undang nasional, di antaranya UU RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan 

Perusakan Hutan
UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
UU Nomor 32 Tahun 2019 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Dalam aturan tersebut, siapa pun yang terbukti menguasai, mengubah, atau mengalihfungsikan kawasan hutan negara tanpa izin yang sah dapat dikenakan sanksi pidana, termasuk hukuman penjara dan denda miliaran rupiah.

Pansus TRAP menilai kasus ini tidak bisa dianggap ringan karena menunjukkan adanya kemungkinan jaringan yang memfasilitasi penerbitan sertifikat di atas lahan negara.

Oleh karena itu, DPRD Bali mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Tinggi dan Kepolisian Daerah Bali, untuk segera menindaklanjuti temuan tersebut ke tahap penyidikan.

“Ini bukan sekadar pelanggaran tata ruang, tetapi sudah masuk kategori kejahatan lingkungan dan perusakan hutan lindung. Negara harus hadir menegakkan hukum tanpa kompromi,” ujar Sekretaris Pansus I Dewa Nyoman Rai, S.H.

Selain itu, sikap Satpol PP Provinsi Bali yang dinilai tidak tegas menindak pelanggaran di lapangan. Tim menemukan tidak adanya garis pembatas atau “Satpol PP Line” di lokasi, padahal kawasan itu sudah lama dilaporkan bermasalah.

“Satpol PP Provinsi sepertinya enggan turun tangan. Padahal mereka punya kewenangan untuk menutup dan mengamankan lokasi. Kalau dibiarkan, nanti makin banyak lahan negara yang diserobot,” ungkap Dewa Rai. 

Pansus TRAP berencana memanggil instansi terkait, termasuk Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Satpol PP Provinsi Bali untuk meminta klarifikasi. Mereka juga mendesak Gubernur Bali untuk segera mengambil langkah tegas menghentikan aktivitas reklamasi ilegal di kawasan lindung tersebut.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved