Bencana Alam di Bali

BALI Rawan Bencana, Namun dalam Hadapi Potensi Bencana Indeks Ketahanan Daerah Hanya 0,49?  

Hal ini disampaikan Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali, Gede Teja, saat dikonfirmasi Tribun Bali pada Senin 3 November 2025.

ISTIMEWA
Merespon hasil analisis BMKG, terkait peningkatan potensi cuaca ekstrem di berbagai daerah, mulai dari hujan lebat, angin kencang hingga potensi dampak secara tidak langsung siklon tropis dari arah selatan Indonesia, BPBD Provinsi Bali melakukan sejumlah langkah guna mitigasi bencana. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Merespon hasil analisis BMKG, terkait peningkatan potensi cuaca ekstrem di berbagai daerah, mulai dari hujan lebat, angin kencang hingga potensi dampak secara tidak langsung siklon tropis dari arah selatan Indonesia, BPBD Provinsi Bali melakukan sejumlah langkah guna mitigasi bencana.

Di antaranya melakukan desiminasi peringatan dini, agar semuanya siaga, menggelar rapat koordinasi dengan BPBD kabupaten/kota se-Bali, menyiagakan personel, perlengkapan, menggelar aksi bersih sungai dan bersih sampah.

Hal ini disampaikan Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali, Gede Teja, saat dikonfirmasi Tribun Bali pada Senin 3 November 2025. Bahkan kegiatan diseminasi atau sosialisasi dengan lintas sektor, belum lama ini digelar mengacu pada Peraturan Gubernur Bali Nomor 25 Tahun 2024 tentang Kajian Risiko Bencana (KRB). 

 

Baca juga: KELOMPOK Nelayan Laporkan Pemilik Lahan Sisi Timur Pura Segara Penimbangan, Diduga Terbitkan SHM!

Baca juga: BOBOL Villa di Pererenan Badung Bali, Pelaku dan Penadah Barang Curian Dibekuk di Jawa

 

Disinggung bagaimana ancaman bencana  di Provinsi Bali dari hasil KRB?

Gede Teja menyampaikan bahwa Pulau Bali memang daerah rawan bencana. “Setidaknya ada 14 ancaman bencana yang dikelompokkan dalam bencana geologi (gempa bumi, tsunami, gunung api, likuefaksi, gerakan tanah/tanah longsor), bencana hidrometeorologi (banjir, banjir bandang, kekeringan, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, kebakaran hutan dan lahan), dan bencana antropogenik (epidemi/wabah penyakit, covid-19, dan kegagalan teknologi/kecelakaan industri),” jelasnya.

Ia menambahkan dari 14 jenis ancaman bencana itu, ada 9 resiko tinggi, 2 resiko sedang, dan 3 resiko rendah.“Jadi kita harus kolaborasi agar resiko tinggi dapat ditekan menjadi sedang bahkan menjadi rendah,” ajaknya.

Lebih lanjut Gede Teja mengatakan, mengingat Bali sangat bergantung pada sektor pariwisata, kesiapsiagaan dan pengurangan resiko bencana menjadi kunci utama untuk menjaga keberlanjutan dan keselamatan masyarakat serta wisatawan. Pihaknya BPBD berharap hasil kajian resiko bencana dipedomani oleh seluruh sektor. 

“Kajian resiko bencana merupakan perhitungan nilai kemungkinan, dan besaran kerugian akibat ancaman yang ada. Dengan mengetahui kemungkinan dan besaran kerugian, maka lakukanlah pengurangan resiko bencananya,” papar Gede Teja. 

Menurutnya program apapun yang dilakukan, tolong periksa dulu resiko bencana di daerah setempat, agar tidak rugi atau bahkan malah membahayakan masyarakat. Lakukan mitigasi sebagai bagian dari proyek. Apakah infrastruktur, perumahan, area wisata dan lainnya. 

“Berdasarkan penilaian ketahanan secara keseluruhan ketahanan daerah Provinsi Bali, dalam menghadapi potensi bencana memiliki Indeks Ketahanan Daerah 0,49 dan nilai ini menunjukkan Tingkat Kapasitas Daerah Sedang. Yang bagus itu tentu kapasitas tinggi,” ungkapnya.

Hal ini merepresentasikan ketahanan daerah masih memerlukan komitmen bersama baik pemerintah, masyarakat, dunia usaha, media dan perguruan tinggi. 

Secara umum, hasil analisis terhadap parameter ancaman, kerentanan, dan kapasitas yang telah dilakukan, maka tingkat resiko untuk masing-masing bencana di Provinsi Bali adalah sebagai berikut:

1. Resiko Banjir : Tinggi meliputi 9 kabupaten/kota.

2. Resiko Banjir Bandang : Tinggi meliputi 5 kabupaten, sedang meliputi 2 kabupaten, dan rendah meliputi satu kabupaten.

3. Resiko Cuaca Ekstrem : Tinggi meliputi 9 kabupaten/kota.

4. Resiko Gelombang Ekstrem dan Abrasi : Sedang meliputi 9 kabupaten/kota.

5. Resiko Gempa Bumi : Tinggi meliputi 8 kabupaten/kota dan sedang meliputi satu kabupaten.

6. Resiko Likuefaksi : Sedang meliputi 6 kabupaten/kota.

7. Resiko Kebakaran Hutan dan Lahan : Tinggi meliputi 2 kabupaten, sedang meliputi 6 kabupaten, dan rendah meliputi 1 kota.

8. Resiko Letusan Gunung Api : Tinggi meliputi 2 kabupaten dan sedang meliputi 1 kabupaten.

9. Resiko Kekeringan : Tinggi meliputi 9 kabupaten/kota.

10. Resiko Tanah Longsor : Tinggi meliputi 8 kabupaten.

11. Resiko Tsunami : Tinggi meliputi 8 kabupaten/kota.

12. Resiko Epidemi dan Wabah Penyakit : Rendah meliputi 7 kabupaten/kota.

13. Resiko Kegagalan Teknologi : Rendah meliputi 4 kabupaten/kota. 

14. Resiko Covid-19 : Rendah meliputi 9 kabupaten/kota.

“Daerah mana saja resiko-resiko bencana itu, sudah ada dalam peta atau bisa dibaca dalam dokumen KRB. Bahkan sudah disiapkan aplikasi yang diberi nama Ina-Risk personal untuk memudahkan cek resiko dimanapun kita berada. Silakan download,” ucapnya. 

“Dari informasi itu, lakukan adaptasi terhadap resiko itu. Harus semuanya melakukan mitigasi, bukan pemerintah saja. Dengan demikian kita akan lebih tangguh,” sambung Gede Teja.(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved