Bencana Alam di Bali

PUNCAK Musim Hujan di Bali Januari-Februari 2026, BMKG Ingatkan Hal Ini Agar Warga Waspada!

Hingga akhir Oktober, sebanyak 43,8 persen wilayah Indonesia atau setara 306 Zona Musim (ZOM) telah resmi memasuki musim hujan.

ISTIMEWA
Merespon hasil analisis BMKG, terkait peningkatan potensi cuaca ekstrem di berbagai daerah, mulai dari hujan lebat, angin kencang hingga potensi dampak secara tidak langsung siklon tropis dari arah selatan Indonesia, BPBD Provinsi Bali melakukan sejumlah langkah guna mitigasi bencana. 

TRIBUN-BALI.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan semua pihak untuk siaga menghadapi puncak musim hujan yang diperkirakan berlangsung mulai November 2025 hingga Februari 2026. 

Hingga akhir Oktober, sebanyak 43,8 persen wilayah Indonesia atau setara 306 Zona Musim (ZOM) telah resmi memasuki musim hujan. Puncak musim hujan di Provinsi Bali akan terjadi pada Januari hingga Februari 2026 mendatang.

Peralihan musim ini membawa konsekuensi meningkatnya potensi cuaca ekstrem di berbagai daerah, mulai dari hujan lebat, angin kencang, hingga ancaman siklon tropis dari arah selatan Indonesia.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menegaskan, hujan kini mulai meluas dari wilayah barat menuju timur Indonesia dan akan terus meningkat intensitasnya dalam beberapa pekan mendatang.

Baca juga: MARAK WNA Nakal di Bali Jadi Atensi Kapolda Bali, Irjen Pol Daniel Kumpulkan Puluhan Konsulat Asing!

Baca juga: KRISIS Air Bersih 3 Hari, Pipa PDAM Gianyar Kena Alat Proyek, Warga Petulu Minta Segera Diperbaiki!

“Kita sedang memasuki periode transisi menuju puncak musim hujan. Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai angin kencang dan petir, terutama di wilayah selatan Indonesia yang mulai terpengaruh sistem siklon tropis dari Samudra Hindia,” ujar Dwikorita dalam Konferensi Pers di Jakarta, Sabtu (1/11).

Berdasarkan analisis BMKG, kata dia, curah hujan tinggi hingga sangat tinggi dengan kisaran di atas 150 milimeter per dasarian berpotensi terjadi di sejumlah wilayah, antara lain Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua Tengah.

Meski hujan mulai meningkat, lanjut Dwikorita, namun suhu maksimum harian masih cukup tinggi di sejumlah wilayah Indonesia, mencapai 37 derajat Celsius di Riau dan lebih dari 36 derajat Celsius di beberapa wilayah Sumatera dan Nusa Tenggara. 

Kondisi atmosfer yang belum stabil ini membuat potensi cuaca ekstrem dapat muncul sewaktu-waktu. Dwikorita menjelaskan, dinamika atmosfer saat ini cukup aktif dengan pengaruh MJO, gelombang Rossby dan Kelvin, serta anomali suhu muka laut positif di perairan Indonesia yang memperkuat pembentukan awan hujan.

“Kombinasi faktor ini menyebabkan potensi hujan lebat dan badai meningkat di banyak wilayah. Oleh karena itu, masyarakat perlu terus memantau informasi peringatan dini dari BMKG,” tegasnya.

Dwikorita juga memperingatkan meningkatnya potensi siklon tropis selatan yang dapat membawa hujan ekstrem dan angin kencang di wilayah pesisir selatan Jawa hingga Nusa Tenggara.

Ia menambahkan bahwa pada November ini, periode siklon tropis di wilayah selatan Indonesia mulai aktif, sehingga masyarakat perlu mewaspadai potensi terbentuknya sistem tekanan rendah di sekitar Samudra Hindia yang dapat berkembang menjadi siklon tropis.

“Siklon tropis yang berkembang di Samudra Hindia dapat memicu peningkatan curah hujan secara drastis dan menyebabkan banjir besar di wilayah pesisir. Kami mengimbau pemerintah daerah untuk memastikan kesiapsiagaan infrastruktur dan masyarakat terhadap kemungkinan dampak bencana,” tambahnya.

Selain itu, pemantauan BMKG terhadap suhu muka laut di Samudra Pasifik menunjukkan bahwa dalam dua bulan terakhir telah terjadi pendinginan di wilayah Pasifik dan melewati ambang batas La Niña, yaitu pada September dengan anomali suhu muka laut di Pasifik tengah dan timur sebesar -0,54°C dan pada Oktober sebesar -0,61°C. 

Sementara itu, kondisi atmosfer juga menunjukkan adanya penguatan angin timuran. Dua indikasi tersebut menandakan perkembangan awal La Niña dan menunjukkan bahwa La Niña lemah telah terjadi. 

Namun demikian, Dwikorita menjelaskan bahwa fenomena ini tidak akan berdampak signifikan terhadap curah hujan di Indonesia, karena kondisi hujan pada November–Desember 2025 hingga Januari–Februari 2026 diprediksi tetap berada pada kategori normal.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved