Ada Penambahan Poin dari CIPL Tanpa Sepengetahuan, Perusda Bali Enggan Tanda Tangani Kesepakatan
Masalah tersebut terkait pembayaran gaji karyawan Perusda yang belum dibayarkan selama 3 bulan (September, Oktober dan November) dan tunggakan Pajak
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Komisi I dan Komisi II DPRD Bali memanggil Direksi PT Citra Indah Praya Lestari (CIPL) dan pihak Perusda Bali untuk melakukan mediasi terkait persoalan yang membelit kedua belah pihak.
Ketua Komisi I DPRD Bali, Nyoman Adnyana menceritakan masalahnya berawal dari seminggu sebelumnya DPRD Bali turun untuk memediasi persoalan antara CIPL dan Perusda di Pekutatan.
Masalah tersebut terkait pembayaran gaji karyawan Perusda yang belum dibayarkan selama 3 bulan (September, Oktober dan November) dan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas lahan yang dikuasai CIPL.
Saat itu sebenarnya sudah terjadi kesepakatan secara lisan sehingga anggota Dewan pulang mendahului.
• Rantai Penipuan Putri Arab di Bali Terkuak, Ternyata Dipermainkan Orang Dekat Sang Putri
• 24 Orang Termasuk BPN Diperiksa Terkait Kasus Penipuan Putri Raja Arab di Bali
• Kwarda Bali dan Kanwil Kemhan Bali Sepakat Jalin Kerja Sama untuk Pendidikan Bela Negara
Namun setelah perjalanan pulang dirinya mendapat telepon dari staf DPRD bahwa ternyata apa yang disepakati saat itu tidak bisa dituangkan secara konkrit dalam bentuk tertulis karena ada hal-hal yang dianggap tidak sesuai dan tidak pas, sehingga ada pihak yang tidak berkenan untuk menandatangani kesepakatan yang sudah dibuat.
Belakangan diketahui dalam draft kesepakatan itu ada penambahan-penambahan poin yang dilakukan pihak PT CIPL tanpa sepengetahuan Dewan, sehingga dari pihak Perusda Bali juga tidak berkenan untuk menandatanganinya.
Akhirnya Dewan kembali mempertemukan kedua belah pihak untuk mengklarifikasi dan mencari solusi atas permasalahan yang terjadi.
• Nasib Asmarani Kini, Bocah SD Juara 1 Lomba Lari yang Nangis Tanpa Hadiah
• Video Kaki Tikus di Dalam Bakso Viral, Penikmat Bakso Harus Kian Was-was?
• Petani Terancam Gagal Panen, Hama Ulat Grogoti Tumbuhan Jagung di Nusa Penida
“Keputusannya, harusnya berdasarkan kesepakatan awal waktu di Pekutatan minggu lalu. Waktu itu ada pengingkaran dari pihak CIPL, maka kembali ditegaskan dalam rapat ini kenapa kesepakatan itu diingkari,” kata Adnyana usai pertemuan di Ruang Rapat Gabungan Kantor DPRD Bali, Kamis (30/1/2020).
Akhirnya pihak Perusda Bali dan DPRD Bali tidak menerima semua alasan yang dikemukakan pihak CIPL.
Mereka menuntut agar kedua belah pihak yang bersengketa kembali ke kesepakatan awal.
Selanjutnya, setelah mendapat beberapa masukan dan arahan dari para Anggota Komisi I dan II DPRD Bali, pihak CIPL yang diwakili oleh Direkturnya menyatakan bersedia kembali ke kesepakatan awal.
• Pacaran Sampai 12 Hari, Siswi SMP Ngaku Diculik dan Dijual ke Papua, Fakta Ini Terungkap
• Bupati Eka bersama Wabup Sanjaya Nyaksi Prosesi Melasti Serangkaian Karya Agung Pengurip Gumi
“Intinya mereka sudah menerima sekarang. Artinya masalah sudah selesai. DPRD tidak perlu mengeluarkan rekomendasi karena persoalannya sudah selesai dan disepakati oleh kedua belah pihak sehingga tinggal menunggu proses berikutnya,” paparnya.
Berikutnya, lanjut Adnyana, pihak Dewan berjanji akan terus melakukan pengawalan terkait persoalan yang sedang ditangani ini, walaupun tidak setiap saat.
“Tetapi kalau ada persoalan-persoalan lain muncul, kita juga bisa panggil mereka kembali,” tegasnya.
Direktur PT. CIPL, Tjokorda Alit Darma Putra menyampaikan dari pihak CIPL prinsipnya ingin berdamai dan masalah ini segera selesai.
• Kasus DBD Kembali Terjadi Di Banjar Piakan Abiansemal, Dinkes Sebut Akhir Januari Terdapat 56 Kasus
• Menhan Prabowo Subianto Temui Menhan Rusia, Ini yang Dibicarakan
• Pedagang di Pasar Petang Badung Keluhkan Iuran yang Meningkat 100 Persen Lebih
Di sisi lain, sesuai saran dari Gubernur Bali, Wayan Koster lebih baik kerja sama tersebut diakhiri saja.
Kemudian bisa dicarikan investor baru. Namun pihaknya tetap menuntut adanya pengembalian dana yang sudah diinvestasikan perusahaan.
“Dari Pak Gubernur maksudnya carikan investor baru. Kemudian investor baru itulah yang mengembalikan biaya-biaya yang sudah kita keluarkan. Nah itupun prosesnya bisa melalui negosiasi,” kata Cok Alit.
Ia mengaku sudah dilakukan proses audit pada 12 Desember 2019. Proses audit itu tujuannya adalah untuk menilai. Setelah dinilai baru kemudian ada proses negosiasi, terkait pengembalian kompensasi dan sebagainya.
• Akibat Virus Corona, Tenaga Kerja Pariwisata di Bali Terancam Alami PHK
• Turun 73 Kg dengan Diet Keto, Ini Tiga Kiat yang Harus Dipatuhi
“Setelah itu kita baru siap. Kalau memang kerja sama ini harus diakhiri, kita siap,” ujarnya.
Cok Alit menceritakan perjanjian kerjasama ini dimulai pertama kali pada 2006 dan baru berakhir sampai tahun 2031. Artinya masih ada waktu sekitar 11 tahun hak pakainya, tetapi kalau CIPL sudah mendapat hasil pengembalian investasi, pihaknya tidak masalah jika kerjasama harus diakhiri.
Terkait pengupahan karyawan bulan September, Oktober dan November yang nilainya sekitar Rp 600 juta, ia menyatakan dengan terbitnya surat perdamaian ini akan segera diselesaikan.
Pihaknya meminta waktu 1 minggu untuk dapat membayar upah tersebut sejak perdamaian ditandatangani.
Adapun jumlah karyawan yang bekerja di perkebunan karet yang dikelola PT.CIPL adalah sekitar 140 orang, terdiri dari 100 orang karyawan Perusda dan 40 Buruh Harian Lepas (BHL) dari warga sekitar.
Begitu juga dengan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) akan segera diselesaikan yang nilainya sekitar Rp 500 juta.
Sementara itu Direktur Keuangan Perusda, Ida Bagus Gede Purnamabawa meminta pihak PT.CIPL agar segera menyelesaikan kewajiban-kewajibannya.
Sebelumnya pihak Perusda menerima surat pengembalian karyawan, padahal karyawan itu ada karena ada lahan yang mesti digarap.
Ia menjelaskan persoalannya kemudian ada pada pengupahan. Perusda diminta CIPL untuk menyetujui perubahan dari pengupahan bulanan menjadi pengupahan borongan.
Setelah itu baru kemudian kesepakatan yang lain bisa dilanjutkan. Namun Perusda Bali tidak menerima usulan tersebut.
Oleh karena itu, Direktur operasional Perusda Bali tidak berani menandatangani kesepakatan yang dibuat CIPL, karena belum sesuai dengan yang diharapkan dan seharusnya yang paling ideal adalah apa yang menjadi kesepakatan awal pada saat mediasi oleh Anggota Dewan di Pekutatan.
“Pihak CIPL tetap bersikukuh ingin menguasai lahan, padahal sudah sudah kami ingatkan jika CIPL tidak menyelasaikan kewajiban-kewajibannya kami akan mengambil kembali lahan kami, namun tidak ditanggapi,” tuturnya.
Selain itu, PBB yang menjadi kewajiban CIPL juga tidak dibayar.
Menurutnya mediasi itu seharusnya mencari jalan keluar sehingga dapat menguntungkan kedua belah pihak. (*)