Malaria Hingga Radang Ginjal, Ini Tamba Tradisional Bali Non Kimia
I.B. Suatama, Dosen Prodi Ayurweda UNHI, menjelaskan bahwa warisan leluhur Bali selain sastra dan budaya, juga ada pengetahuan tentang obat-obatan
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – I.B. Suatama, Dosen Prodi Ayurweda UNHI, menjelaskan bahwa warisan leluhur Bali selain sastra dan budaya, juga ada pengetahuan tentang obat-obatan tradisional.
“Usada Bali merupakan pengobatan tradisional berasal dari Weda. Bagian Weda yang mengungkap masalah kesehatan yang panjang disebut Ayurweda,” jelasnya kepada Tribun Bali, Jumat (30/10/2020).
Satu di antara sumber pengobatan, kata dia, bernama Taru Pramana atau obat yang berasal dari herbal.
“Taru pramana, harus diklasifikasikan agar tidak bingung melihat ratusan jenis tumbuhan dan fungsinya,” ujar praktisi Usada Bali ini.
Baca juga: Pertama Kali Terjadi, Cakupan Vaksinasi Rabies di Bangli Baru 27 Persen
Baca juga: Berawal dari Kehabisan Bensin, Siswi SMP Buleleng Dirudapaksa 10 Orang, Pacar Jadi Pelaku Pertama
Baca juga: Pemkab Jembrana Ikut Serta Panen Perdana Pisang Cavendish Kualitas Ekspor
Pertama, kata dia, ada kelompok banaspati atau pohon besar yang berbuah tanpa tampak bunganya seperti beringin, bunut, dan ara.
Kedua ada jenis wriska, atau pohon besar berbuah dan berbunga seperti asam, kemiri, dan pole.
Lalu ketiga, ada jenis lata atau kelompok pohon merambat, seperti sambiloto, cabe jawa, sirih, dan lain sebagainya.
Keempat, adalah jenis gulma yakni pohon dengan tumbuhan semak-semak, seperti gunggung, kem, lempeni, dan lain sebagainya.
Kelima, ada jenis trena atau kelompok tanaman rerumputan, semisal alang-alang, pegagan, papah iduh, krokot atau kesegseg, tebu, dan sebagainya.
Baca juga: Putrinya Minta Izin Menikah, Ayah Kandung Malah Rudapaksa Sang Putri Sebanyak 6 Kali Lalu Direkam
Baca juga: Jumlah Petani Garam di Amed Terus Meningkat
Baca juga: Truk Terguling di Desa Pengeragoan Pekutatan, Body Samping Rusak
“Nah dari cita rasa, memang beragam. Ada yang manis, asam, pengap, pedas, manis, dan pahit,” sebutnya.
Rasa pahit, kata dia, memang paling dominan karena sakit-sakitan dalam kehidupan ini memang terasa lebih pahit.
“Maka pahit itu harus dinetralisir dengan pahit dan doa,” tegasnya.
Contoh tamba atau obat yang pahit, adalah mimba, wimba, intaran, dan Azadirachta Indika.
Ada pula, tumbuhan yang kaya dengan kandungan kimia, seperti Azadirachtin, minyak gliserida, hekzahidro, dan masih banyak lagi.
Baca juga: AWK Dilaporkan ke Polda Bali, Diduga Lakukan Penodaan Agama Hindu
Baca juga: Ops Zebra Lempuyang, Satlantas Denpasar Bagikan 300 Masker dan Stiker Ayo Pakai Masker
Baca juga: Jeritan Hati Daus Mini Yang Fisiknya Dihina Seperti Binatang Begini Kan Takdir Tuhan
Efek farmakologisnya, adalah terasa pahit, anti diabetis, anti diare,serta mengaktifkan kelenjar-kelenjar.
Bagian tanaman yang dapat digunakan adalah daun, biji, dan kulit batang.
“Penyakit yang dapat disembuhkan antara lain, kencing manis. Dengan cara daunnya direbus, dan diminum setengah gelas pagi serta sore,” katanya.
Lalu desentri, malaria, termasuk masuk angin.
Bahkan eksim juga bisa, dengan cara daunnya dipakai boreh, termasuk ketombean dengan cara daunnya dipakai guyuran.
Baca juga: 8 Destinasi Touring Wisata Favorit Ala YRFI Bali, Salah Satunya Asyik Untuk Motocamp
Baca juga: Lupa Matikan Api Kompor Saat Hidupkan Dupa, Dapur Nyoman Kariani Terbakar
Baca juga: Restorasi Terumbu Karang di Pantai Pandawa, Warga yang Bantu Pengerjaan Dapat Rp 110 Ribu Per Hari
Ada pula tumbuhan pepaya atau kates atau pisang patuka dengan nama latin Carica Papaya. Efek farmakologisnya, adalah rasa pahit terutama daun dan bijinya.
Untuk pepaya ini, bisa mengobati penyakit seperti malaria dengan cara daunnya diremas dan direbus lalu minum setengah gelas pagi dan malam.
Bisa pula untuk radang ginjal, atau batu ginjal termasuk radang kandung kemih.
Dengan cara akar pepaya dipotong-potong segenggam, minum air rebusannya.
Dicampur dengan madu satu sendok makan, lalu diminum setengah gelas teh, pagi, siang, dan malam.
Tumbuhan brotowali atau pepahit/kantawali dengan nama latin Tinospora Crispa, bersifat analgenik.
Menghilangkan rasa sakit, antiperetik untuk menurunkan panas dengan rasa yang sangat pahit. Batang dan daunnya umum dipakai bahan obat untuk menghilangkan kencing manis.
Dengan cara direbus dan meminum rebusan daun serta batangnya setengah gelas pagi dan sore.
Untuk rematik juga bagus, dengan cara merebus batangnya sejari dan diminum setengah gelas teh 3 kali sehari.
Pada penyakit kudis atau gatal seluruh tubuh, bisa digunakan untuk mandi dengan sejengkal rebusan batang brotowali pagi dan sore.
Sedangkan untuk luka, daunnya ditumbuk, lalu luka dibersihkan dengan rebusan daunnya setelah itu tumbukan ditempel sebanyak dua kali sehari.
Tumbuhan Turi/Tui dengan nama Sesbania Grandiflora, memiliki efek farmakologis sebagai penyejuk kulit di bunganya.
Sementara kulit batangnya, bisa mengurangi rasa sakit atau sebagai analgetik dan daunnya mencairkan gumpalan darah dengan peluruh kencing/diuretik.
Penyakit yang dapat disembuhkan antara lain, sariawan, dengan cara kulit batang sejari direbus airnya lalu dipakai kumur. Sedangkan radang tenggorokan, daunnya segenggam direbus, dikumur dan diminum.
Bahkan untuk keputihan, rebusan daunnya bisa ditambah kunyit sejempol.
Lalu diminum rebusannya ¾ gelas pagi, siang, dan malam.
“Untuk batuk berdahak, akar turi sejari telunjuk, bisa direbus. Lalu air rebusannya ditambah madu dan diminum setengah gelas teh, pagi, siang, hingga malam,” sebutnya. Ia menjelaskan, cara pengembangbiakan tanaman obat itu bisa dengan bijinya, atau stek. (*)