Berita Bali

KISAH Jero Kartika Daftar BPJamsostek di LPD Jero Kuta, Siapkan Biaya Ngaben & Ringankan Beban Anak

Jero Kartika menyodorkan KTP dan mengisi formulir pendaftaran, sembari berbincang dengan petugas LPD Jero Kuta, di Batubulan, Gianyar, Bali. 

ASK/TRIBUN BALI
Daftar - Jero Kartika saat memperlihatkan kartu BPJamsostek miliknya, ia bekerja sebagai buruh tukang jait banten. 

TRIBUN-BALI.COM – Jero Kartika mendatangi LPD Jero Kuta, Batubulan, Gianyar, Bali, pada bulan November 2024. 

Panas terik pukul 13.00 Wita, tidak menyurutkan niat ibu dua anak ini untuk segera mendaftarkan diri ke dalam program jaminan sosial BPJamsostek (BPJS Ketenagakerjaan). 

Ia memang sudah sejak lama ingin menjadi peserta, dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJamsostek) ini. 

Diantarkan anaknya, ibu berambut keriting itu, masuk ke dalam kantor LPD Jero Kuta, yang beralamat di Desa Batubulan

Ia menyodorkan KTP dan mengisi formulir pendaftaran, sembari berbincang dengan petugas LPD Jero Kuta, Batubulan, Gianyar, Bali. 

Baca juga: BNI Asset Management Berpartisipasi dalam GN Lingkaran BPJAMSOSTEK

Baca juga: Kejaksaan Tinggi Bali dan BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Banuspa Optimasi Kepesertaan Jaminan Sosial

Suasana Kantor BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek).
Suasana Kantor BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek). (ISTIMEWA)

Jero Kartika menjelaskan, ia mendaftarkan diri ke dalam 2 program BPJamsostek yaitu Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dengan iuran Rp16.800 per bulan. 

Alasan dibalik pemilihan 2 program BPJamsostek ini, karena ia tidak ingin membebani kedua anaknya saat tua nanti. Khususnya saat ia pergi terlebih dahulu menghadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa (meninggal dunia).

Jero Kartika sadar, bahwa semakin tua dirinya maka resiko kematian juga semakin dekat. Saat hari itu tiba, wanita yang sehari-hari sebagai buruh tukang banten ini, berharap tidak memberatkan sang anak. 

“Saya tahu sekali, biaya ngaben di Bali tidak murah,” katanya kepada Tribun Bali, 14 November 2024. 

Wanita asal Timor Leste ini paham, bahwa beban kedua anaknya sebagai generasi sandwich tidaklah mudah. Apalagi sebagai orang tua, ia dan sang suami (AA Gde Anom Dalem) tidak termasuk memiliki ekonomi yang mapan. 

“Setahu saya, dari pengalaman terdahulu, biaya ngaben di sini (Batubulan) bisa mencapai puluhan juta. Bahkan jika keluarga puri (bangsawan) bisa mencapai ratusan juta,” sebutnya. 

Biaya ka teben atau ke bawah yang cukup besar, seperti biaya konsumsi dan lain sebagainya. Itu belum biaya banten atau upakara dan upacara ngabennya. 

Hal itu berdasarkan pengalaman keluarga suaminya sejak dahulu kala, khususnya jika layon (mayat) berada dengan jangka waktu lama di rumah menunggu hari baik untuk ngaben

Maka biaya konsumsi akan semakin membengkak, khususnya untuk menyambut kedatangan tamu, kolega dan keluarga yang melayat. 

Jero Kartika berpikir, dengan perekonomian dia dan suaminya yang tidak mapan. Kemudian kedua anaknya juga belum mapan, maka harus ada solusi saat hari ngaben tiba. 

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved