Berita Buleleng

BABAK Baru Sengketa Lahan di SD 2 Sambangan Buleleng, Berlanjut ke Jalur Hukum, Disdikpora Tengahi

Kendati akan menempuh jalur hukum, pada mediasi tersebut Ariadi juga meminta agar pengklaim lahan bertindak profesional.

Tribun Bali / Muhammad Fredey Mercury 
BUKTI PAJAK - Pelaksana tugas (Plt) Kepala Disdikpora Buleleng, Putu Ariadi Pribadi menunjukkan bukti SPPT atau pembayaran pajak tahun 73 dari pengklaim lahan SD 2 Sambangan. Kasus sengketa lahan ini berlanjut ke proses hukum. 

TRIBUN-BALI.COM - Sengketa lahan di SD 2 Sambangan, Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada ditindaklanjuti dengan mediasi antara Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng dengan pengklaim lahan. Dari mediasi tersebut akhirnya disepakati kasus sengketa lahan ini berlanjut ke jalur hukum

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Disdikpora Buleleng, Putu Ariadi Pribadi mengungkapkan, mediasi yang dilakukan ini sesuai hasil berita acara dari Badan Pertanahan Negara (BPN) pada 15 April. Yang mana dibutuhkan waktu selama 30 hari, untuk menyampaikan hasil mediasi.

"Hasil mediasi hari ini kita sepakat proses ini ditempuh melalui jalur hukum. Nanti kita buatkan surat dan kita sampaikan ke BPN," jelasnya saat ditemui usai mediasi, Rabu (14/5).

Baca juga: BUPATI Adi Arnawa Minta Aparat Desa Data Ulang, Terkait Rumah Kos Dijadikan Sarana Akomodasi WNA

Baca juga: KUOTA 40 Ribu Sapi, Penuhi Kebutuhan Pasar Jelang Idul Adha, Kadis Pertanian Bali: Kasus PMK Aman

Kendati akan menempuh jalur hukum, pada mediasi tersebut Ariadi juga meminta agar pengklaim lahan bertindak profesional. Artinya proses belajar mengajar di sekolah bisa tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Ariadi mengungkapkan, secara catatan aset, lahan SD 2 Sambangan sudah tercatat sebagai aset sejak pembangunan SD Inpres tahun 60-an. Dan hingga kini sudah ada 40 angkatan yang lulus dari sekolah tersebut. 

Dikatakan pula, pada mediasi tersebut pengklaim lahan sempat mengungkapkan ihwal ganti rugi. Namun menurut Ariadi, Pemda hanya bisa membayar ganti rugi apabila ada bukti hak milik, dalam hal ini berupa sertifikat. 

"Harapannya demikian (minta ganti rugi). Tapi Pemda bisa membayar ganti rugi apabila ada bukti hak milik dalam hal ini sertifikat. Kalau tidak ada sertifikat ya tidak bisa," katanya. 

Pun apabila pengklaim bisa menunjukkan sertifikat, Ariadi mengatakan ganti rugi yang dibayarkan tidak bisa sesuai dengan permintaan pengklaim lahan. Besaran ganti rugi, imbuhnya, hanya bisa dibayarkan sesuai dengan appraisal (nilai perkiraan). "Berapa keputusan appraisal, ya itu yang kita pedomani untuk membayar," ucapnya. 

Ariadi menambahkan, pihak pengklaim lahan tidak bisa menunjukkan pipil atau dokumen kepemilikan lahan. Sebaliknya pengklaim lahan hanya mampu menunjukkan bukti pembayaran pajak. Itupun tahun 1973. "Bukti pembayaran pajak kan bukan bukti kepemilikan hak tanah," tegasnya. 

Sebelumnya diberitakan, sengketa lahan di SD 2 Sambangan kembali memanas. Menyusul pihak yang mengaku sebagai ahli waris, melakukan aksi penanaman tiga batang pohon pisang pada Kamis (8/5). Selain itu juga ada spanduk bertuliskan 'TANAH HAK MILIK PANURAI KOHIR/F/PIPIL NO 39' yang di pasang tepat di pintu masuk sekolah. (mer)

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved