Kasus Asusila

BUNTUT Kasus MiChat di Kintamani, Sebut Purnawan Tak Pernah Jual Cewek, Kelian Adat Harapkan Ini!

Pria yang bekerja sebagai penjaga guest house di Desa Batur Selatan, Kecamatan Kintamani ini menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana

Istimewa
ILUSTRASI - Pria yang bekerja sebagai penjaga guest house di Desa Batur Selatan, Kecamatan Kintamani ini menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan persetubuhan yang dilakukan cewek MiChat di tempat kerjanya. 

Budi Hartawan mengaku sudah mengajukan penangguhan penahanan yang pertama, namun belum direspon Polres Bangli. Pihaknya akan kembali mengajukan penangguhan penahanan dengan disertai keterangan kondisi istrinya yang sedang hamil tua.

“Saya berharap bisa bertemu pimpinan Polres Bangli untuk berbicara dan diskusi terkait kasus ini supaya kita bisa mencari jalan keluar bersama,” tambahnya.

Namun apabila langkah tersebut mandek, dan kasus ini harus terus berlanjut ke proses hukum, pihaknya mengaku sudah siap. Ia pun sudah menyiapkan sejumlah langkah-langkah hukum.

“Selain melaporkan tim penyidik Polres Bangli ke Propam Polda Bali karena tidak profesional, kami juga akan melaporkan vila yang tidak memiliki izin dan memperkerjakan karyawan dengan gaji di bawah UMR,” kata dia.

Sementara itu, saat dikonfirmasi terkait pelaporan penyidik Polres Bangli ke Propam Polda Bali, pihak Polres Bangli belum memberikan keterangannya.

Melalui Kasi Humas Polres Bangli, IPTU I Ketut Gede Ratwijaya, mengatakan belum ada tanggapan dari Kapolres. “Durung pak, nanti kalau ada saya info ya,” katanya. 

Luh Srinadi menegaskan dirinya sedikitpun tidak percaya atas apa yang disangkakan pada suaminya. Srinadi mengatakan, ia telah mengenal suaminya sejak kecil.

Sosok suaminya lugu, dan dirinya juga sering melihat pesan-pesan di handphone suaminya, tak ada satupun pesan yang bersifat melanggar hukum. “Walaupun suaminya tatoan, tapi orangnya lugu, saya tidak percaya suami saya melakukan itu,” ujar prempuan yang baru menikah pada 9 Mei 2025 itu.

“Saya yakin suami saya tak pernah menjual orang. Orang kerja di penginapan, kalau ada orang mau menginap pasti dibolehkan, kenapa tidak. Saya yakin suami saya tak pernah menjual orang. Saya setiap hari bersama suami saya dan tahu dia tidak pernah (melakukan itu),” ujarnya. 

Srinadi mengatakan, penetapan suaminya sebagai tersangka TPPO tidak masuk akal. Dia menerangkan, saat polisi melakukan penggerebekan orang yang tengah menginap di tempat suaminya bekerja, Srinadi dan suaminya tengah berada di Pantai Sanur, Denpasar untuk menonton lomba layang-layang. Saat itu masih di Denpasar, ada tamu penginapan menelepon, katanya digerebek polisi. 

“Lalu suami saya bilang tunggu, nanti saya ke sana. Lalu suami nanya ke polisi melalui telepon, mengapa tamu saya digerebek apa salahnya. Polisi bilang, kita jelasin di Polres Bangli. Karena suami saya bertanggung jawab atas tamu, jadi kami langsung menuju ke Polres,” ujar Srinadi.

Dijelaskan, saat itu tanggal 1 Agustus 2025, statusnya masih sebagai saksi. “Saya saat itu ada, mendampingi suami. Karena saya tahu suami saya lugu. Sampai jam 4 subuh, kami dibolehkan pulang. Tetapi ada polisi bilang harus kembali jam 10 pagi. Karena tidak bisa, sehingga disuruh datang jam 12 siang,” kata dia. 

“Sampai di sana jam 1 belum di BAP, menjelang malam baru di-BAP ulang sampai subuh lagi. Dalam BAP itu, suami saya sudah bilang bahwa di sana hanya pekerja, tidak ada memperjualkan wanita. Melihat saya yang hamil besar, lalu dia menangis dan menanyakan ke polisi, kok saya diginiin, apa salah saya, kasihan istri saya tidur-tiduran di ruang tunggu,” ujar Srinadi mengisahkan.

Di tengah lelahnya itu, Srinadi mendengar ada pejabat polisi yang mengaku akan membantu. Namun suaminya harus menyampaikan keterangan sesuai arahan polisi tersebut. Karena suaminya kasihan melihat istrinya yang sedang hamil besar, iapun menyanggupi. Terlebih lagi suaminya mengira aparat tersebut benar-benar akan membantu. 

Tapi setelah itu, ada dua orang polisi memberikan surat pemberitahuan keluarga. “Belum dibilang jadi tersangka, lalu kertas itu langsung dilipat, tidak ada arahan untuk dibaca, langsung disuruh tanda tangan suami saya. Suami saya mau, karena dikira masalah sudah selesai. Tetapi setelah itu, katanya harus tinggal di Polres, tak boleh pulang. Hanya saya yang boleh pulang. Lalu saya tak mau agar tak banyak pikiran karena takut ada masalah pada kandungannya,” ujarnya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved