Berita Bali

PENGAMAT Hukum Berbagai Universitas Soroti Hierarki UU SE Gubernur Pelarangan AMDK di Bawah 1 Liter

Kebijakan pelarangan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di bawah 1 liter, oleh Gubernur Bali yang diatur melalui Surat Edaran (SE)

ISTIMEWA
Kebijakan pelarangan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), di bawah 1 liter Gubernur Bali yang diatur melalui Surat Edaran (SE) perlu landasan hukum yang lebih kuat, dan kajian yang matang sebelum diimplementasikan secara penuh. Jika itu tidak dilakukan, kebijakan tersebut akan berdampak luas terhadap industri dan masyarakat di Bali. 

Apalagi, menurut dia, SE itu secara hukum tidak punya daya ikat dan tidak bisa memaksa masyarakat harus tunduk menjalankannya. “Yang namanya SE itu hanya mengikat secara moral saja, tidak punya implikasi hukum. Apalagi kalau klausulnya tidak sesuai dengan peraturan yang di atasnya. Itu jelas batal demi hukum,” ucapnya. 

Pengamat hukum Universitas Dharma Andalas, Desi Sommalia Gustina menegaskan dalam sistem hukum Indonesia, hierarki peraturan perundang-undangan itu jelas-jelas telah diatur secara tegas dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.13 Tahun 2022).

Urutannya adalah UUD 1945, UU/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan Perda. Adapun SE, menurutnya, tidak secara eksplisit diatur dalam hierarki tersebut.

Lanjutnya, SE hanya bentuk instruksi administratif internal yang ditujukan untuk memberikan penjelasan atau pedoman teknis, dan tidak boleh memuat norma hukum baru. “Jadi, SE tidak bisa menjadi dasar penjatuhan sanksi hukum, apalagi melampaui peraturan yang lebih tinggi. Dalam prinsip hukum administrasi negara, SE tidak memiliki kekuatan mengikat ke luar,” tuturnya.

Penegasan yang sama disampaikan Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Lampung (Unila), Profesor Rudy Lukman dan Budiono. Kedua pengamat hukum ini juga mengatakan SE Gubernur Bali itu bukan sebuah produk hukum sehingga tidak bisa digunakan untuk memberikan sanksi kepada siapapun.

Profesor Rudi menegaskan SE tidak masuk dalam jajaran peraturan perundang-undangan dan hanya merupakan petunjuk teknis internal dalam menjelaskan dan memaknai peraturan yang ada. 

Budiono juga menegaskan bahwa SE tidak memiliki kekuatan hukum sehingga tidak bisa dijadikan dasar untuk memberikan sanksi bagi pihak eksternal. "Surat Edaran bukan produk hukum. SE itu sifatnya hanya untuk tertib administrasi dan untuk mengingatkan serta mengikat hanya bersifat internal dan tidak ada sanksi," katanya.

Pengamat hukum lainnya dari Universitas Esa Unggul, Profesor Juanda, juga menjelaskan SE Gubernur Bali itu tidak bersifat mengikat. Alasannya, menurutnya, SE itu tidak memiliki kekuatan hukum sehingga tidak wajib dipatuhi oleh seluruh masyarakat apalagi pelaku usaha. "Oleh karena SE tidak wajib ditaati karena sangat lemah jika tidak ada cantolan hukum yang lebih tinggi,” cetusnya. 

Jadi, SE Gubernur Bali, I Wayan Koster, yang salah satu klausulnya melarang AMDK di bawah 1 liter ini bisa dipastikan tidak akan dapat diberlakukan secara efektif dan adil.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved