Berita Bali

PUKUL Balik! Niluh Djelantik Tak Terbukti Langgar Kode Etik 'Lebian Munyi', Tuntut Togar Minta Maaf!

Senator asal Bali ini menegaskan, melalui jawaban somasi tersbeut bahwa pihaknya tidak sepakat dan menolak tuntutan meminta maaf terhadap Togar.

ISTIMEWA
SOSOK - Perseteruan antara tokoh DPD Bali, Niluh Djelantik dengan pengacara, Togar Situmorang tampaknya memasuki babak baru.  Sebab usai dilakukan verifikasi dan klarifikasi oleh BK DPD RI, ditegaskan bahwa anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Bali, Niluh Putu Ary Pertami Djelantik dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Perseteruan antara tokoh DPD Bali, Niluh Djelantik dengan pengacara, Togar Situmorang tampaknya memasuki babak baru. 

Sebab usai dilakukan verifikasi dan klarifikasi oleh BK DPD RI, ditegaskan bahwa anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Bali, Niluh Putu Ary Pertami Djelantik dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik.

Verifikasi dilakukan Badan Kehormatan (BK) DPD RI beberapa waktu lalu. Yaitu pada 7 Maret 2025, Niluh menjalani proses verifikasi dengan menjelaskan kepada 16 anggota BK DPD RI, mengenai laporan pengacara, Togar Situmorang, karena Niluh Djelantik mengeluarkan pernyataan "lebian munyi".

Baca juga: BUNTUT Lebian Munyi Niluh Djelantik Dilaporkan Togar Situmorang, BK DPD RI Verifikasi &Klarifikasi

Baca juga: PENGELOLA Sebut Lantai II Pasar Banyuasri Akan Jadi Food Court, Tanggapi Sepinya Kunjungan di Pasar

Rombongan BK DPD RI sebanyak 16 orang dipimpin Ismeth Abdullah, melakukan verifikasi terhadap Niluh Djelantik yang dilaporkan atas pernyataan
Rombongan BK DPD RI sebanyak 16 orang dipimpin Ismeth Abdullah, melakukan verifikasi terhadap Niluh Djelantik yang dilaporkan atas pernyataan "Lebian Munyi" atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan banyak bicara. (ISTIMEWA)

"Mbok sudah dpat kabar hari ini, mbok intinya tidak berbukti melanggar kode etik, sudah clear, kami mengapresiasi dan menghormati proses yang berlangsung sejak awal surat pelaporan itu dibawa pihak pelapor.

Kami memberikan klarifikasi detail runtut, terkait mengapa kami menuliskan kalimat tersebut," ungkap Niluh Djlenatik melalui sambungan telepon kepada Tribun Bali, Kamis 13 Maret 2025. 

Niluh Djelantik menuturkan, bahwa pihaknya tidak pernah menyerang suku, agama dan ras (SARA) menyoal aturan KTP Bali dan pelat DK untuk driver online.

"Mengikuti aturan provinsi lainnya, di Bali ruas jalan dan jumlah kendaraan menjadi polemik di lapangan, aturan itu pun bukan kami yang menginisiasi," bebernya. 

Niluh Djelantik menegaskan bahwa ungkapan "lebian munyi" tersebut merupakan ungkapan baku di Bali, dalam konteks dirinya sebagai warga Bali, sebagaimana warga Medan, Surabaya maupun lainnya memiliki ungkapan masing-masing khas daerahnya.

"Itu bukan ke ranah menyerang kehormatan, kami 4 kali disomasi. Kalau urusan laporan BK sudah kami hadapi sebagai DPD RI, bukti fakta dari A sampai Z," tuturnya.

"Somasi itu Mbok Niluh serahkan tindak lanjutnya melalui LBH GP Ansor, mengirimkan surat jawaban atas somasi tersebut," imbuhnya.

Senator asal Bali ini menegaskan, melalui jawaban somasi tersbeut bahwa pihaknya tidak sepakat dan menolak tuntutan meminta maaf terhadap Togar Situmorang.

Seharusnya, kata Niluh Djelantik, Togar Situmorang mengedepankan komunikasi dua arah bukan dengan cara melayangkan somasi

"Permintaan yang bersangkutan kami tidak sepakati, kami menolak minta maaf, ini soal kepentingan masyarakat publik, yang bersangkutan mengarah kepada wilayah, kami patahkan statement dia," bebernya. 

Niluh Djelantik rupanya juga mengaku, sebelumya tidak pernah mengenal sosok pelapornya, yakni Togar Situmorang secara langsung. Bukannya mengedepankan komunikasi dua arah, namun Togar Situmorang memilih langkah somasi

"Saya tidak kenal, dari lahir tidak kenal. Harusnya sama-sama menjaga Bali, mengenal budaya. Dan yang perlu digarisbawahi Gubernur Bali, I Wayan Koster mendengar aspirasi ini bahwa pendaftaran baru mulai diberlakukan KTP Bali dan pelat DK," jelasnya.

Sementara itu dalam jawaban somasi kepada Togar Situmorang, Ketua LBH GP Ansor Bali, H Daniar Trisasongko, SH MHum, menerangkan bahwa kliennya, Niluh Djelantik sebagai Anggota DPD RI yang mewakili masyarakat Provinsi Bali berusaha untuk menyikapi dan memberikan solusi aktual terhadap setiap kondisi sosial yang terjadi di masyarakat Bali.

Di mana diantara sekian banyak masalah sosial, yang harus disikapi oleh kliennya tersebut salah satunya adalah keresahan masyarakat Bali. Khususnya mereka yang mencari penghidupan, dengan bekerja sebagai pengemudi transportasi online, sehingga kliennya mencoba memberikan solusi terhadap persoalan sosial tersebut.
 
Bahwa apa yang selama ini disampaikan oleh kliennya dalam postingan-postingan di akun @niluhdjelantik adalah salah satu cara untuk responsif, baik dalam menyampaikan hasil serap aspirasi resmi, memberikan usulan solusi menanggapi keresahan yang terjadi di masyarakat Bali.

Serta sebagai sebuah media bagi Kliennya untuk dapat langsung menyampaikan pendapatnya sebagai senator DPD RI yang mewakili masyarakat Bali. 

Sehingga menurut hematnya, bahwa apa yang disampaikan oleh kliennya dalam postingan-postingan di media sosial milik kliennya adalah hal yang wajar.

Bahkan sudah seharusnya sebagai senator DPD RI yang mewakili rakyat Bali, bersuara kritis guna membela kepentingan masyarakat Provinsi Bali. 

"Sementara, terkait dengan penerapan KTP Bali atau kendaraan bernomor polisi Bali bagi sopir taksi online, hal tersebut sangat tidak tepat apabila dimaknai bahwa klien kami melarang Warga Negara Indonesia mencari penghasilan di Bali, karena hal tersebut telah diberlakukan di berbagai daerah lainnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia," jelasnya. 

 

Niluh Djelantik, Senator DPD RI Provinsi Bali.
Niluh Djelantik, Senator DPD RI Provinsi Bali. (Tribun Bali/Ida Bagus Putu Mahendra)

Kliennya yang seorang senator Dapil Bali di DPD RI, mendapatkan mandat pada Komite II sehingga memiliki kewajiban dan kewenangan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya termasuk sektor perhubungan di daerah masing-masing. 

Menurutnya, sebagaimana fungsi, tugas dan wewenang DPD RI, melekat pula hak imunitas baik dalam sidang maupun di luar sidang, sehingga tidak tepat pula apabila Togar Situmorang menyebutkan bahwa pendapat kliennya yang mengamplifikasi serap aspirasi dan membandingkan dengan situasi dan kondisi daerah lain sebagaimana dimaksud dalam surat somasi yang disampaikan dapat berpotensi melanggar konstitusi.

Dan juga tidak etis kliennya selaku anggota DPD RI Bali melanggar konstitusi, justru pendapat kliennya dilakukan dalam rangka melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang DPD RI mengacu pada ketentuan Pasal 22D UUD 1945 dan dalam Pasal 224 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
 
Daniar menjelaskan, bahwa kliennya menolak dengan tegas apa yang dinyatakan oleh Togar Situmorang sebagaimana dimaksud dalam Poin 3 (tiga) Surat Somasi I dan II yang menyebutkan bahwa “Di mana saudari menyatakan beberapa kalimat yang saya rasa telah mencederai kehormatan saya sebagai praktisi hukum”. 

Bahwa apa yang disampaikan Niluh Djelantik dalam postingan dimaksud, adalah sebagai respon atas pernyataan Togar Situmorang sebelumnya yang menyatakan “apabila peraturan tersebut diberlakukan maka berpotensi melanggar konstitusi”.

Sedangkan kliennya dalam memberikan respon tersebut, menggunakan Bahasa Indonesia yang dapat dimengerti oleh Warga Negara Indonesia, termasuk oleh Togar Situmorang.

Dan tidak ada satu kata pun yang mencederai kehormatan Togar Situmorang, bahwa terdapat 2 (dua) kata dalam Bahasa Daerah Bali yang digunakan Kliennya dalam postingan dimaksud adalah merupakan bahasa sederhana sehari-hari yang lumrah dan umum digunakan dalam kehidupan masyarakat Bali.

"Sehingga tidak tepat apabila Sdr. Togar Situmorang, S.H.,M.H yang telah lama bermukim di Bali menganggap bahwa penggunaan Bahasa Bali dimaksud sebagai bentuk merendahkan atau mencederai kehormatan," jelasnya. 
 
Pihaknya juga menolak dengan tegas apa yang dimaksudkan oleh Sdr. Togar Situmorang, S.H.,M.H.  dalam Poin 4 (empat) Surat Somasi I dan II, dimana menurut Sdr. Togar Situmorang, S.H.,M.H postingan Kliennya telah “memantik berbagai respon amarah dari khalayak".

"Dengan tegas kami sampaikan bahwa dalam postingan atau komentar klien kami tersebut tidak ada kata-kata atau kalimat baik sengaja atau tidak sengaja yang bermaksud untuk menghina, merendahkan harkat dan martabat, menghasut, mengajak atau mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan antar kelompok, suku, ras, dan agama," jelasnya.

"Sebaliknya klien kami masuk lewat salam “Om Swastyastu” dan dengan ajakan untuk membuka mata dan membaca sampai selesai yang berarti melihat fenomena sosial ekonomi ini secara holistik," imbunya. 
 
Kliennya juga menolak dengan tegas pernyataan-pernyataan dari Sdr. Togar Situmorang, S.H., M.H sebagaimana tercantum dalam Surat Somasi I dan II pada Poin 5 sampai dengan Poin 7 yang pada pokoknya menyebutkan bahwa perundungan yang terjadi yang dilakukan oleh para warganet atau netizen terhadap diri Sdr. Togar Situmorang, S.H.,M.H. adalah disebabkan karena respon postingan atau komentar dari Kliennya

"Perlu kami tegaskan bahwa “perundungan oleh para netizen” yang dialami oleh Sdr. Togar Situmorang, S.H., M.H tidak ada kaitannya dengan klien kami, dan kalimat yang digunakan oleh Klien kami adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah Bali yang lumrah, biasa, dan tidak mengandung penghinaan, merendahkan, mencederai kehormatan, menghasut terlebih lagi masuk dalam kategori ujaran kebencian," bebernya.
 
Bahwa kemudian pada tanggal 27 Februari 2025, pihaknya menemukan postingan dari Axl Mattew Situmorang anak dari Sdr. Togar Situmorang, S.H.,M.H yang disebarkan di media sosial pada tanggal 20 Februari 2025, bahwa dalam postingan tersebut Axl memberikan tanggapan atas postingan atau komentar Kliennya terhadap postingan ayahnya.

Di mana dalam postingan Axl ada kalimat yang patut diduga telah merendahkan Bahasa Daerah Bali. Di mana postingan atau komentar Kliennya “BUKA MATA BACA SAMPAI SELESAI PAK, di mana bumi kamu pijak disana langit kamu junjung. Hadeh pak Togar ne jeg lebian munyi, melanggar konstitusi darimana pak? kurang baik apa rakyat Bali? Mohon pikir seratus kali sebelum bikin statement”. 

Bahwa dalam postingan atau komentar Kliennya tersebut ada menggunakan Bahasa Daerah Bali “Hadeh pak Togar ne jeg lebian munyi”.  

Yang kemudian postingan Kliennya tersebut direspon oleh Axl dengan menggunakan kalimat “bahasa yang digunakan Ni Luh Djelantik bahasa kampungan”. 

Padahal bahasa yang digunakan oleh Kliennya adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah Bali, sehingga patut diduga bahwa Sdr Axl telah menghina, menistakan, atau merendahkan Bahasa Daerah Bali. 
 
"Klien kami menolak tuntutan dari Sdr. Togar Situmorang, S.H.,M.H. sebagaimana dimaksud dalam Poin 8 (delapan) Surat Somasi I dan II, sebab Klien kami merasa tidak ada kesalahan yang telah diperbuat," tegasnya. 

Tidak ada pelanggaran hukum dari postingan atau komentar yang ditulis oleh Kliennya, justru sebaliknya Kliennya meminta kepada Sdr. Togar Situmorang, S.H.,M.H. dan Sdr. Axl Mattew Situmorang, S.H memberikan klarifikasi dan permintaan maaf secara terbuka di media kepada masyarakat Bali dengan adat dan budaya-nya yang khas dan pelaku UMKM yang merupakan salah satu sektor penting perekonomian Indonesia.

Atas postingan atau ucapan Axl sebagai profesional muda yang tinggal dan besar di Bali namun dengan kesadaran penuh telah menghina, menistakan, atau merendahkan Bahasa Daerah Bali sekaligus dengan tone tertentu merendahkan pelaku UMKM Indonesia dengan mengatakan “bahkan ketika anda masih berjualan sepatu.”  

"Maka oleh karenanya Togar Situmorang, S.H.,M.H. dan Sdr. Axl Mattew Situmorang, S.H dalam jangka waktu paling lambat 3x24 jam sejak diterimanya surat ini agar menyampaikan permintaan maaf secara terbuka di media sosial dan kanal Youtube kepada bukan saja 377.152 pemilih Ni Luh Djelantik sebagai Senator Dapil Provinsi Bali, melainkan juga sekitar 4,4 juta masyarakat Bali," tandasnya.

"Kami juga mempertanyakan atas nama siapa, dalam kasus ini seharusnya Togar mewakili kliennya, semisal pihak driver atau siapa di sini tetapi kenyataan tidak mendapat kuasa kliennya, siapa, dia bukan atas nama profesi kalau diserang profesi advokat seharusnya ketika membela klienya, nah dalam hal ini yang dia perjuangkan pihak mana ? siapa ? apa berati dia pribadi, ini yang juga kami pertanyakan," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved